Senin 17 Jun 2019 12:57 WIB

Beda Nikah Siri dan Kawin Kontrak yang Tengah Viral

Kawin kontrak dilarang agama dan negara.

Pernikahan (ILustrasi)
Foto: News
Pernikahan (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Viralnya kasus penangkapan tujuh pria kewarganegaraan Cina  yang menjadi calon pengantin kawin kontrak di wilayah Kalimantan Barat, menjadi sorotan berbagai pihak. Sejumlah pakar pun angkat bicara dan menegaskan bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara nikah siri dan nikah kontrak yang tengah marak diperbincangkan.  

Pakar ketahanan keluarga, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB Prof, Euis Sunarti, mengatakan kawin kontrak berbeda dengan nikah siri atau nikah sah secara agama (meski tidak tercatat dalam administrasi negara) dan tidak bisa disamakan. "Nikah kontrak dan nikah sirih berbeda tidak bisa disamakan," kata dia, akhir pekan lalu. 

Baca Juga

Dia mengatakan nikah kontrak menjadikan tujuan perkawinan berupa kontrak, kepentingan sesaat, tidak sesuai dengan undang-undang perkawinan yang melandaskan pernikahan berdasarkan agama dan setelah itu catatan sipil.

Tujuan menikah dalam agama dan undang-undang adalah membentuk keluarga, memiliki anak, meneruskan keturunan, hubungan kasih sayang dan menyatukan dua keluarga. "Menikah secara siri itu tujuan nikahnya seumur hidup, bukan sesaat  setahun dua atau tiga tahun, habis itu cerai," kata Euis.

 

Dia menjelaskan,  kawin kontrak adalah fakta yang sudah lama ada yang muncul dan tenggelam menjadi fenomena di masyarakat karena hasil dari kesepakatan.

"Fenomena kawin kontrak di masyarakat karena hasil kesepakatan bersama, bukan karena paksaan," kata Euis.

Dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen ini menjelaskan kesepakatan yang terjadi antara perempuan dan laki-laki (pelaku kawin kontrak), bisa jadi di awal perempuan dirayu atau sedikit dipaksa, lalu timbul kesepakatan antara keduanya hingga akhirnya disetujui oleh perempuan.

Dia menilai praktik kawin kontrak akan terus ada selama ada yang mau, karena secara manusiawi akan terus begitu. Agama menjadi pondasi kuat untuk mencegah adanya praktik tersebut.

Menurut Euis, orientasi menikah kontrak antara laki-laki dan perempuan berbeda. Orientasi laki-laki adalah seks, sedangkan perempuan karena seks dan materi. 

Euis mengatakan belum tentu seseorang memutuskan menikah kontrak karena alasan miskin. Bisa jadi karena perempuan tersebut punya kegemaran ingin hidup mewah dan hidup baik (faktor ekonomi), sehingga tidak mementingkan status pernikahannya.

Alasan ekonomi menjadi salah satu faktor terjadinya pernikahan kontrak, perempuan bisa dinikahi tergiur karena dengan kesempatan bekerja, memperoleh pendapatan.

photo
Ilustrasi Pernikahan Dini

Tetapi sebagai warga negara yang menganut agama dan memiliki hak secara konstitusi yang legal, sepatutnya dapat memperhatikan setiap langkah dan tindakannya.

Menikah secara kontrak tidak dibolehkan dalam agama, maupun perundang-undangan, sehingga jika seseorang mengikuti panduan agama, maka persoalan kawin kontrak tidak akan terjadi walau diiming-imingni kehidupan mewah. "Kalau memang mau, minta dinikahkan secara sah, menjadi istri kedua," kata Euis.

Secara duniawi, lanjut Euis, nikah kontrak untung bagi perempuan karena terpenuhi kebutuhan secara materi. Tetapi rugi yang akan ditanggung oleh perempuan juga tidak sedikit.

Jika dalam perjalanan kontraknya memiliki anak, status anak tidak jelas, mengikuti kewarganegaraan siapa, jika suaminya pindah ke negara asalnya, anak akan menjadi anak siapa, serta tidak memiliki akte kelahiran.

Sah tidak sahnya pernikahan tersebut juga tidak jelas, karena tujuan pernikahan hanya sesaat atau sesuai kontrak. Status istri setelah kontrak selesai, apakah janda atau perawan juga dipertanyakan. "Kalau wanita itu menikah lagi, lalu statusnya janda. Jandanya siapa, toh pernikahannya diam-diam," kata Euis.

 

 

  

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement