Sabtu 25 May 2019 11:57 WIB

Kemenag Bahas Penanggulangan Pernikahan Anak

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebut pernikahan anak bak fenomena gunung es

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Christiyaningsih
Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia.
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia saat ini mengalami darurat pernikahan anak. Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, terdapat 13.251 putusan dispensasi perkawinan anak yang dikeluarkan Pengadilan Agama di seluruh Indonesia pada 2018 lalu.

Untuk menanggulangi masalah ini, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengadakan Temu Konsultasi Penanggulangan Perkawinan Anak di Indonesia, Jumat (24/5). Acara ini merupakan inisiasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama.

Baca Juga

“Untuk diingat, ini fenomena gunung es. Jadi angka-angka itu baru angka permukaan yang sempat tercatat. Kita tidak tahu angka yang tidak tercatat,” ujar Menag dalam keterangan yang didapat Republika, Sabtu (25/5).

Menag menyampaikan Kementerian Agama menaruh perhatian besar terhadap peristiwa pernikahan anak. Beberapa studi menurut Menag menunjukkan dampak sosial yang cukup besar akibat adanya perkawinan anak.

Permasalahan ini menurut Menag sangat serius. Ada berbagai dampak negatif yang muncul akibat dari pernikahan yang dilakukan anak-anak.

Dampak dari pernikahan anak tidak semata masalah kesehatan. Pernikahan anak juga dibayangi masalah kesiapan alat reproduksi, kesehatan anak, ibu, dan masalah kualitas sumber daya manusia. Masalah yang lebih utama adalah menyangkut dampak sosial yang luar biasa.

“Mengapa kami concern untuk mencegah perkawinan anak, karena ini secara langsung maupun tidak langsung juga berhubungan dengan kegiatan keagamaan kita,” kata Menag.

Menurutnya, sering kali kegiatan agama dijadikan alat justifikasi atau pembenar untuk tindakan-tindakan tertentu terkait dengan perkawinan anak. Untuk itu Lukman berharap peran semua pihak untuk mengatasi perkawinan anak. Baginya, pernikahan anak merupakan sebuah fenomena gunung es yang harus segera diatasi.

Dirjen Bimas Islam, Muhammadiyah Amin menyampaikan temu konsultasi ini dilatarbelakangi oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan itu mengabulkan sebagian gugatan uji materi (judicial review) terkait pembedaan usia perkawinan dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Ini yang membuat pertemuan ini harus dilakukan. Pertemuan sebagai tindak lanjut putusan MK untuk menyelaraskan batas minimal perkawinan dan menyempurnakan regulasi terkait, serta upaya konkrit untuk mencegah perkawinan anak,” kata Amin.

Forum ini juga dihadiri para aktivis seperti Lies Marcoes, Zoemrotin K. Soesilo, KH Husein Muhammad, perwakilan Koalisi Perempuan Indonesia, perwakilan Save The Children Indonesia, hingga akademisi seperti Zahrotun Nihayah dari UIN Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement