Selasa 14 May 2019 23:25 WIB

Menag Minta Penyatuan Kalender Hijriah Nasional Dipercepat

Penyatuan kalender hijriah nasional sudah diwacanakan sejak 1998

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Hasanul Rizqa
(Ilustrasi) Santri melihat posisi hilal untuk menentukan awal Ramadhan dengan menggunakan teleskop di Pondok Pesantren Assalam, Pabelan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Ahad (5/5/2019).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
(Ilustrasi) Santri melihat posisi hilal untuk menentukan awal Ramadhan dengan menggunakan teleskop di Pondok Pesantren Assalam, Pabelan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Ahad (5/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin meminta jajaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam untuk mempercepat progres penyatuan kalender Hijriah nasional. Dalam hal ini, para pakar falakiah, astronom, pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan ormas-ormas Islam di Indonesia akan dilibatkan.

Permintaan itu disampaikan Menag saat memimpin rapat terbatas pembahasan Kalender Hijriah Nasional. Ihwal penyatuan kalender hijriah ini sebenarnya sudah mulai dibahas sejak 1998 silam. Namun, hingga kini belum menemukan kesepakatan yang pasti dalam merumuskan penyatuan kalender yang berdasarkan peredaran bulan itu.

Baca Juga

Akibat dari proses yang lama ini, menurut Menag, sejumlah ormas di Indonesia menentukan kalender hijriah sesuai pendapat masing-masing. Beberapa yang krusial ialah penentuan awal Ramadhan dan perayaan hari-hari besar umat Islam.

Rapat terbatas itu digelar di Kantor Kemenag, Jalan Lapangan Banteng Barat, Jakarta Pusat, Senin (13/5) siang. Hadir antara lain Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin dan jajarannya serta Kepala Biro Humas Data dan Informasi (HDI) Kemenag, Mastuki.

"Pertemuan para pakar falakiah dan astronomi dalam menentukan kriteria penyatuan kalender hijriah menjadi penting. Sebab, kriteria ini harus disepakati oleh segenap ormas Islam, yang kemudian dilanjutkan dengan keluarnya fatwa dari MUI," kata Menag Lukman Hakim Saifuddin, dikutip dari keterangan yang diterima Republika.co.id, Selasa (14/5).

Dalam waktu dekat, Ditjen Bimas Islam diharapkan segera berkirim surat ke MUI. Isinya menyampaikan keinginan Kemenag untuk menghidupkan wacana lama, penyatuan kalender hijriah nasional. Hal itu dilanjutkan dengan upaya mengumpulkan para pakar terkait.

Menag menegaskan, pemerintah dalam hal ini tidak berkewenangan memaksa. Yang bisa melakukan hal itu secara syariat adalah MUI, khususnya melalui mekanisme fatwa.

Menurut Menag, pertemuan para pakar dan astronomi yang berasal dari ormas Islam tersebut bertujuan merumuskan dan menghimpun kriteria, yang bisa disepakati bersama dalam penyatuan kalender hijriah.

Menag memandang, Selama tidak ada kesadaran bersama dari ormas-ormas Islam yang ada, penyatuan kalender hijriah akan tetap berjalan sendiri-sendiri.

"Fungsi Bimas Islam memfasilitasi adanya forum kajian ilmiah untuk bagaimana unifikasi ini bisa diwujudkan dalam kajian akademik yang bisa disepakati tentang posisi hilal yang dimungkinkan untuk ditetapkan. Sebab yang bisa menyatukan dua kutub yang saling bersikukuh dalam menentukan kalender hijriyah adalah kajian akademik," kata Menag.

Menag pun berharap usai Idul Fitri tahun ini, pihaknya bisa mewujudkan pertemuan antara para pakar falakiah dan astronom dalam upaya merumuskan kriteria di atas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement