Jumat 10 May 2019 21:22 WIB

Rerpons People Power, Ulama Indramayu: Jangan Terprovokasi

People power dinilai berpontensi merusak stabilitas nasional.

Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU— Ulama di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mengajak masyarakat tetap menjaga persatuan bangsa serta menahan diri terkait isu people power menolak hasil Pemilihan Presiden dalam Pemilu 2019.

"Kita harus tahu bahwa kemerdekaan negara Indonesia ini bukan pemberian cuma-cuma dan ini dibayar keringat, darah serta nyawa para pahlawan," kata Pengasuh Ponpes Cadangpinggan Indramayu, KH Abdul Syakur Yasin, di Indramayu, Jumat (10/5).

Baca Juga

Untuk itu dirinya mengimbau semua pihak agar menahan diri, demi tetap terjaganya persatuan dan kesatuan Indonesia. "Persatuan dan kesatuan harus kita pertahankan secara bersama, karena terlalu mahal kalau bangsa kita dikorbankan hanya untuk ambisi pribadi," ujarnya.

Menurut Buya Syakur, demonstrasi atau menyatakan pendapat di muka umum adalah hak setiap warga negara dan diatur dalam undang undang.

 

Namun demikian, jika demonstrasi sudah anarkis apalagi sampai menggulingkan kekuasaan, maka aparat negara dalam hal ini Polri harus bertindak tegas, agar tidak terjadi provokasi yang meluas sehingga menimbulkan perang sipil atau perang saudara.

"Kalau anarkis, makar, harus tembak di tempat. Ini demi menyelamatkan bangsa. Kalau negara ini bubar, kita mau tinggal dimana, kasihan anak cucu kita nanti," tuturnya.

Buya Syakur menolak adanya upaya perebutan kekuasaan melalui people power sebagaimana didengungkan beberapa tokoh elite politik yang dianggapnya hanya akal-akalan bahkan cenderung makar karena tidak sesuai dengan peraturan yang ada.

Buya bahkan meminta pemerintah, melalui Polri apabila diperlukan dapat memberlakukan status darurat sipil yang diberlakukan hingga tiga bulan ke depan sampai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih karena dia menengarai berbagai kemungkinan bisa terjadi.

"Kalau ada pertumpahan darah nanti akan banyak negara luar yang intervensi, nanti kita bisa menjadi seperti Timur Tengah yang terpecah belah," ujarnya.

Buya mengingatkan agar masyarakat jangan terlalu cemas dan jangan sampai kehilangan akal dan meminta jangan berlebih-lebihan menyikapi isu adanya pengerahan massa, namun demikian jangan terlalu pede meremehkan atau hanya menganggap itu hanya gertakan.

"Kemungkinan kedua-duanya bisa terjadi. Usul saya setelah hitung riilKPU diumumkan sampai pelantikan ada status undang-undang kedaruratan. Itu anjuran saya," katanya.

Meski demikian, ia mengaku sebenarnya tidak terlalu gelisah dengan kegaduhan yang terjadi sebelum masa kampanye hingga proses pemilu berlangsung.

Adapun kegaduhan selama ini sifatnya hanya bersumber dari hoaks. Menurutnya demo, kegaduhan tidak bisa dihindarkan, namun harus terkendali.

"Saya melihat sebelum masuk masa kampanye masih kegaduhannya wajar. Sekarang sudah tidak wajar lagi," lanjutnya.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement