Rabu 24 Apr 2019 10:56 WIB

Kisah Guru Ngaji Asal Ciwidey Juarai MTQ Internasional

Salman mengaku bisa menjuarai MTQ internasional karena kekuatan doa.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Ani Nursalikah
Salman Amrillah, Juara 1  katagori Qori Dewasa putera, dari Prov.Jawa Barat
Foto: dok. KBRI Tehran
Salman Amrillah, Juara 1 katagori Qori Dewasa putera, dari Prov.Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Salman Amrilah (28 tahun), guru mengaji di Pesantren Tanjung Salam, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung berhasil meraih juara pertama pada Musabaqah Tillawatil Quran (MTQ) internasional di Iran, Maret lalu. Bapak dari Mahrez dan Mahdalena ini berhasil mengalahkan peserta lainnya dari berbagai negara untuk kategori tilawah Alquran.

Salman mengaku saat ini sedang disibukkan menghadiri undangan mengaji di berbagai daerah. Salah satu diantaranya mengaji di Provinsi Banten dan di Bandung Raya. Aktivitas sehari-hari yang ia lakoni, yaitu mengajar di pesantren milik orang tuanya.

Baca Juga

"Aktivitas saya mengajar membaca kitab dan Alquran ke santri di pesantren Tanjung Salam," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (24/4).

Menurutnya, pencapaiannya di MTQ internasional dilalui dengan mengikuti MTQ tingkat regional sejak 2001. Sebelum berhasil menjuarai tilawah Quran di MTQ Internasional, terlebih dahulu ia mengikuti kompetisi MTQ di Kabupaten Bandung perwakilan Kecamatan Ciwidey pada 2018. Kemudian berlanjut ke MTQ di Provinsi Jawa Barat.

"MTQ Kabupaten Bandung dan Provinsi Jabar, saya juara pertama. Kemudian di MTQ Nasional saya juara tiga perwakilan dari Jabar," katanya.

Usai memperoleh juara tiga, ia langsung dikirim untuk mengikuti kompetisi MTQ Internasional di Iran.

"Setiap juara pertama sampai tiga dikirim ke MTQ Internasional. Juara satu ke Malaysia, juara dua di Kuwait, dan saya ke Iran. Alhamdulillah bawa hasil," ujarnya.

Salman mengaku saat itu, kompetisi berjalan cukup sulit sebab peserta dari negara lain merupakan qori terbaik dan pilihan. Namun, dirinya berupaya maksimal dalam tilawah dengan mengikuti aturan main yang ditetapkan panitia.

Pilihan tersebut membuat akhirnya ia meraih juara satu dan menyisihkan negara-negara lainnya. Hal lainnya, para qori dari negara lain membaca tilawah tanpa mengikuti aturan panitia.

"Kita ikhtiar lewat ikuti aturan mainnya. Kalau dari negara lain semaunya aja bawanya (tilawahnya)," ujarnya.

Suami dari Umi Latifah, hafizah 30 juz ini, bercerita kekuatan doa menjadi salah satu faktor kemenangannya di Iran. Satu bulan sebelum berangkat ke Iran, tiap menghadiri undangan mengaji, ia selalu meminta doa kepada jamaah agar dimudahkan, termasuk meminta doa kepada orang tua, istri, kerabat, dan saudara lainnya.

"Bukan karena saya hebat tapi doanya yang kuat," katanya.

Keberhasilannya menjuarai MTQ internasional membuat ia mendapatkan penghargaan uang tunai lebih dari Rp 100 juta dan medali. Salman mengatakan saat ini banyak lahir qori-qoriah yang hebat.

Bahkan, ia mengakui juniornya banyak yang memiliki kemampuan tilawah sangat baik. Oleh karena itu, dirinya terus berlatih termasuk memperbarui referensi lagu untuk tilawah dari Timur Tengah dan berlatih suara.

Momen menghadiri undangan mengaji di berbagai daerah, menurutnya, dijadikan ajang melatih suara di panggung dan melatih kepercayaan diri. Selain itu, untuk mempertahankan suara, dirinya mengaku sering latihan nafas, istirahat, dan olahraga.

"Motivasi saya selalu ingin seperti orang lain atau seperti guru-guru saya yang berprestasi dan juara di tingkat internasional," katanya.

Salman pun terus mendorong qori-qoriah berprestasi dimana pun dan menghargai proses. Sebab, ia mengaku bisa menjadi juara satu MTQ internasional harus menunggu sejak 2001 saat pertama kali mengikuti MTQ.

"Intinya terus berlatih dan kejar mimpi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement