Senin 22 Apr 2019 18:18 WIB

Mengenal Fikih Ibadah Braille

Kemenag menerbitkan buku Fikih Ibadah Braille pada 2018.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah penyandang tuna netra mengikuti kegiatan Alquran Braille Camp 2018 di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial. Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Jawa Barat, Selasa (22/5). Kegiatan tersebut dilakukan guna mengisi waktu di Bulan Ramadan dan bertujuan untuk para penyandang tuna netra mampu membaca Alquran braille, menulis arab braille dan menelaah ilmu tajwid
Foto: Novrian Arbi/Antara
Sejumlah penyandang tuna netra mengikuti kegiatan Alquran Braille Camp 2018 di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial. Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Jawa Barat, Selasa (22/5). Kegiatan tersebut dilakukan guna mengisi waktu di Bulan Ramadan dan bertujuan untuk para penyandang tuna netra mampu membaca Alquran braille, menulis arab braille dan menelaah ilmu tajwid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu hak keagamaan penyandang disabilitas adalah dapat memahami dengan mudah kitab suci dan lektur keagamaan lainnya. Hal ini seba gaimana yang tercantum dalam UU No 8 Tahun 2016. Karena itu, pada 2017 Kemenag telah menerbitkan Alquran braille.

Teks-teks keagamaan berupa buku, naskah keislaman dan kitab suci Alquran yang berjenis braille diperuntukkan bagi difabel netra di Indonesia. Namun, jumlah ketersediaan pustaka Islam braille itu masih jauh dari memadai.

Baca Juga

"Seperti Alquran braille sangat jarang ditemukan. Jika ada, mungkin masih sangat terbatas pada panti dan yayasan penyandang disabilitas netra. Sementara, bagi penyandang disabilitas netra di luar yayasan, akses literasi tersebut menjadi sangat penting dan mendesak," jelas Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Prof Dr Muhammadiyah Amin

Selain itu, proses transfer pengetahuan tentang aksara braille pada sumber literasi keislaman, seperti Alquran braille juga belum terselenggara secara massif dan terkonsentrasi, baik oleh pihak organisasi non-pemerintah maupun lembaga pemerintahan terkait. Karena itu, Kementerian Agama mengambil langkah untuk pemenuhan akses bacaan kitab suci umat Islam tersebut.

Fikih ibadah braille

Sebagai bentuk kepedulian terhadap kalangan difabel, Kemenag juga telah menerbitkan buku Fikih Ibadah Braille pada 2018. Buku tersebut menjelaskan tentang wudhu, tayamum, shalat, puasa, zakat, haji dan umrah, serta memuat doa-doa.

Menurut Amin, penerbitan tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah dalam memenuhi hak keagamaan difabel. "Kondisinya saat ini ketersediaan pustaka Islam braille, seperti buku Fikih Ibadah Braillebelum pernah ditemukan. Sedangkan, kebutuhan bagi penyan dang disabilitas netra sangat mendesak," kata Amin.

Dia menjelaskan, dalam menyusun naskah fikih ibadah untuk penyandang difabel netra tersebut tidak hanya berpaku pada al-Kutub al-Mu'tabarohatau fikih klasik yang menjadi rujukan umat. Tapi, prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ulama tersebut disesuaikan dengan kondisi sekarang, khususnya yang berkaitan dengan difabel.

Buku fikih ibadah tersebut menjelas kan tentang wudhu, tayamum, shalat, puasa, zakat, haji dan umrah, serta memuat doa-doa. "Naskah fikih ibadah untuk disabilitas netra ini dikondisikan dalam bingkai rahmat atau kasih sayang bagi umat, " jelas Amin.

Islam sangat menghargai kaum d ifabel. Karena itu, pada 2018 lalu Ke menag juga memberikan bantuan ope rasional kepada ormas Islam Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) sebesar Rp 150 juta. "Mereka sama halnya seperti kita, adalah ciptaan Allah. Islam menghargai.

Mereka punya hak untuk dihormati dan dihargai, memiliki karamah insaniyah," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement