Selasa 16 Apr 2019 19:58 WIB

Pemilu 2019, MUI Yakin Masyarakat akan Tetap Rukun

MUI mencatat inteloransi hanya menjangkiti sebagian kecil masyarakat.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Warga secara swadaya membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Selasa (16/4).
Foto: Republika
Warga secara swadaya membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astanaanyar, Kota Bandung, Selasa (16/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yusnar Yusuf, meyakinkan intoleransi yang menjangkiti masyarakat Indonesia tak lebih dari 1 persen. 

Bahkan, Yusnar menyebut orang yang bersikap intoleran pada hakikatnya hanyalah orang yang ingin memperkeruh kerukunan dan keharmonisan yang sudah terjalin lama di Indonesia.  

Baca Juga

“Berdasarkan data bidang kerukunan agama MUI, persentase intoleransi warga Indonesia itu semakin kecil, baik itu pada umat Islam maupun umat beragama lainnya,” jelas Yusnar saat ditemui Republika.co.id di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa (16/4).  

Dia menganggap Pemilu 2019 adalah bagian dari pesta demokrasi lima tahunan, Terciptanya kubu-kubu politik adalah sebuah kewajaran. Masyarakat Indonesia, kata dia, juga sudah bijak dalam menerima siapapun yang akan menempati kursi presiden maupun legislatif.  

“Tidak ada masalah. Dan kita sama sama berdoa supaya pemilu ini dimudahkan, agar jalan Indonesia menjadi negara maju juga lebih mudah,” kata dia.   

MUI, kata dia, juga sudah memberi imbauan agar para pemilih mampu menghindari hal-hal yang bersifat provokatif dan memicu keributan. Sebaliknya, dia mengimbau masyarakat mampu menjaga ketenangan dan kerukunan saat pemilihan berlangsung maupun pascapemilu.   

Dia mengatakan, sejak tiga bulan lalu, pihaknya sudah melakukan langkah-langkah untuk memberikan ketenangan pada setiap umat beragama dan menghindari hal hal yang dapat memicu perbuatan yang tidak diharapkan dalam menyambut kontestasi lima tahun tersebut.   

“Bangsa Indonesia ini kan seperti timah, kalau dipanaskan dia akan mencair (terbelah) tapi begitu sudah didinginkan kembali, maka dia akan kembali menggumpal (bersatu),” tutup Yusnar. 

Secara terpisah, staf peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Elisabeth Andriyana, menganggap polarisasi pemilih pada pemilu kali ini lebih ekstrem dibanding pemilu sebelumnya. Indonesia, kata dia, perlu melatih diri untuk menerima perbedaan dan menjadi salah satu bagian dari keberagaman itu. 

“Ini yang menjadi PR untuk presiden terpilih nantinya agar keberagaman dapat dilindungi dan dijaga. Kalau intoleran tidak dicegah maka peradaban yang muncul nantinya akan lebih intoleran,” kata Adriyana saat ditemui di Jakarta, Senin (15/4).

  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement