Rabu 03 Apr 2019 16:19 WIB

Korelasi Shalat, Ketenangan Batin, dan Persiapan Hijrah Nabi

Shalat merupakan inti dari peristiwa Isra' Mi'raj.

Rep: Idealisa Masyrafina / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Shalat Tarawih
Foto: dok. Republika
Ilustrasi Shalat Tarawih

REPUBLIKA.CO.ID, 

 

Baca Juga

JAKARTA – 

 

 

 

Isra’ Mi’raj adalah tonggak penting dalam risalah kenabian dan sejarah perjuangan Islam. Dalam perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Haram di Makkah hingga Sidrat al-Muntaha ini, Rasulullah menerima wahyu berupa perintah shalat lima waktu.

Sekjen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menjelaskan sebelum melaksanakan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad mengalami ujian dakwah yang luar biasa. 

Selain tekanan orang-orang kafir terhadap Nabi secara pribadi, keluarga Bani Hasyim, dan Bani Abdul Muthalib, serta para sahabat, Nabi Muhammad juga mengalami ujian yang sangat berat, yaitu tahun duka cita (am al-huzn) ketika sang paman, Abu Thalib, dan istri Rasulullah Khadijah meninggal dunia.

"Isra’ Mi’raj yang di dalamnya Rasulullah menerima wahyu shalat, merupakan ibadah yang memberikan ketenangan dan  kekuatan mental menghadapi tantangan dakwah. Setahun setelah Isra’ Mi'raj Rasulullah diperintahkan untuk hijrah," jelas Abdul Mu'ti, Rabu (3/4). 

Shalat adalah ibadah yang mempersatukan. Umat Islam hendaknya menjadikan shalat sebagai ibadah yang membentuk kepribadian utama dan keadaban suatu bangsa.

Shalat membentuk manusia yang taat kepada pemimpin (imam) dan mencintai sesama walaupun mungkin berbeda bacaan shalatnya. 

"Shalat diakhiri dengan salam yang secara simbolis merefleksikan perilaku Muslim yang cinta damai dan menciptakan perdamaian di muka bumi," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement