Selasa 02 Apr 2019 12:12 WIB

Persis Apresiasi Sistem Peringatan Dini Konflik Keagamaan

Sistem ini diharapkan mampu diimplementasikan dengan baik

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Gedung Kemenag
Foto: dok. Republika
Gedung Kemenag

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Tarbiyah Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Irfan Saprudin, menanggapi soal sistem peringatan dan respons dini konflik keagamaan yang diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag) melalui Balai Litbang Agama Jakarta.

Pada dasarnya, ia mengapresiasi sistem berbasis teknologi yang dibuat oleh Kemenag tersebut. Menurutnya, sistem deteksi dini itu adalah hal yang bagus. Akan tetapi, ia menilai jika sistem yang nantinya akan menggunakan teknologi berupa aplikasi itu tidak sebanding dengan sumber daya manusia (SDM) di Kemenag.

Baca Juga

"Sistem berteknologi yang tinggi kalau dibanding dengan ketersediaan SDM yang kompeten di Kemenag tidak sebanding," kata Irfan, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id.

Irfan menekankan bahwa sistem respons dini konflik keagamaan itu harus dianalisis dari beberapa hal. Ia mengatakan, membangun sistem berteknologi itu tidak murah. Selain itu, SDM yang mengoperasikannya harus tersedia. Sedangkan di Kemenag, SDM yang berbudaya IT (teknologi informasi) itu masih rendah. 

Sementara itu, teknologi itu akan bekerja terhadap perilaku yang konstan seperti kepada benda alam. Namun dalam sistem ini, yang akan dideteksi adalah manusia yang independen. Karena itu, ia juga mempertanyakan keefektifan sistem ini nantinya. 

Irfan membandingkan sistem respons dini konflik keagamaan ini dengan pelaksanaan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang dinilainya juga kurang begitu efektif. Padahal, regulasinya sudah bagus. Hanya saja, implementasinya yang menurutnya tidak berjalan dengan baik.

Selain itu, berbagai forum kerukunan antar agama umumnya hanya bersifat simbolis dan belum menyentuh ke bawah. Dalam hal ini, Irfan menekankan kehadiran negara dalam pembinaan yang melihat sisi kemanusiaan dan menunjukkan sisi keadilannya.

"Sekarang yang lemah adalah keteladanan dalam toleransi dan pembinaan bangsa dalam kebhinekaan di Indonesia," tambahnya. 

Sebelumnya, Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, Nurudin, mengatakan onsep awal pembuatan sistem ini tercetus sekitar pertengahan 2018. Penelitian tentang pola konflik keagamaan yang telah dilakukan Balai Litbang Agama Jakarta, menjadi dasar pembangunan sistem peringatan dan respons dini konflik keagamaan.

Kemudian ada inisiatif untuk membangun sistem yang dapat memfasilitasi diperolehnya informasi tentang kejadian atau peristiwa konflik dari sumber primer di lapangan, sebagai alternatif informasi yang disediakan media massa. 

Menurut Nurudin, model aplikasi ini akan digunakan oleh aparatur di lingkungan Kemenag di seluruh Indonesia. Selanjutnya, akan ada notifikasi yang diterima mulai dari perangkat Kemenag level Kantor Urusan Agama (KUA) hingga Menteri Agama. 

"Kita sedang melatih aparatur  melalui Diklat dan Bimbingan teknis terkait sistem ini," kata Nurudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement