Ahad 31 Mar 2019 21:02 WIB

Balitbang Agama Jakarta Susun Sistem Respons Konflik Agama

Ide sistem ini digagas Balitbang Agama Jakarta sejak pertengahan 2018.

Rep: Zahrotul Oktavian/ Red: Nashih Nashrullah
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama melalui Balai Litbang Agama Jakarta  menyusun konsep dan sistem peringatan dan respons dini konflik keagamaan.    

Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, Nurudin, mengatakan konsep awal pembuatan sistem ini tercetus sekitar pertengahan 2018. 

Baca Juga

Penelitian tentang pola konflik keagamaan yang telah dilakukan Balai Litbang Agama Jakarta, menjadi dasar pembangunan sistem peringatan dan respons dini konflik keagamaan.

Kemudian ada inisiatif untuk membangun sistem yang dapat memfasilitasi diperolehnya informasi tentang kejadian atau peristiwa konflik dari sumber primer di lapangan, sebagai alternatif informasi yang disediakan media massa. 

“Pembahasan yang sekarang ini  kita lakukan masih tahap awal. Masih perlu beberapa tahapan lagi agar sistem ini bisa bisa berjalan, tutur dia

Dalam Evaluasi Kebijakan dan Pembahasan Draf Executive Summary Penelitian Sistem Peringatan dan Respons Dini Konflik Keagamaan di Indonesia Bagian Barat Fase II di Tengerang Selatan, akhir pekan lalu  dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Ahad (31/3).   

Nurudin menjelaskan, nantinya lewat sistem dan aplikasi ini diharapkan dapat mendeteksi secara dini gejala atau potensi terjadinya konflik, sehingga bisa menjadi basis melakukan tindakan mencegah konflik agar tidak mengalami eskalasi atau berubah menjadi kekerasan. 

Sejalan dengan Nuruddin, Karo HDI, Mastuki, mengatakan sistem ini mempertegas bila negara hadir dalam menyelesaikan isu-isu keagamaan. Tidak hanya hadir dalam bentuk struktur dan regulasi saja.

"Sistem ini memang cara baru bagaimana kita bisa mengantisipasi isu-isu keagamaan. Secara teknologi, aplikasi ini sangat mungkin dilakukan,” kata Mastuki.

Sementara itu, Karo Hukum dan KLN, Achmad Gunaryo, mangatakan perlu diskusi antarinstansi dan pemerintah agar sistem ini berjalan maksimal. Untuk itu, diperlukan proses merumuskan regulasi dan tentunya anggaran.

"Ini merupakan sebuah iktiar bagus untuk ditindaklanjuti, tetapi ini harus dipikirkan secara hati-hati, dilihat dari tanggung jawabnya. Apakah nantinya sistem ini ada di bawah Kementerian Agama atau juga melibatkan institusi pemerintah lainnya?  Nah, ini perlu kita diskusikan lagi,” ujarnya.

Rancangan dari Sistem dan Aplikasi Peringatan dan Respons Dini Konflik Keagamaan ini sudah dipresentasikan dalam rapat dengan Menteri Agama pada 14 Desember 2018. 

Dalam rapat tersebut, Menteri Agama memberi apresiasi positif terhadap upaya pembangunan sistem peringatan dan respons dini konflik keagamaan.  

Kegiatan yang dihelat Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta Kementerian Agama (BLAJ) dilakukan selama dua hari, 28-29 Maret 2019. Dihadiri 70 peserta terdiri dari pejabat Kementerian Agama dan perwakilan lembaga keagamaan di Jabotabek. 

Narasumber kegiatan ini Kepala Biro Humas, Data dan Informasi (HDI) Kemenag Mastuki, Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag Achmad Gunaryo, dan peneliti INSEP Ahmad Syafi’i Mufid.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement