Rabu 06 Mar 2019 21:27 WIB

Din Syamsuddin: Perdamaian Dunia, Tanggung Jawab Bersama

Din Syamsuddin menilai dunia perlu keluar dari perangkap liberalisme-sekuler.

Din Syamsuddin selaku Presiden Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) berpidato dalam pembukaan konferensi internasional bertema
Foto: Ist
Din Syamsuddin selaku Presiden Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) berpidato dalam pembukaan konferensi internasional bertema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya mewujudkan perdamaian dunia mesti terus diperjuangkan secara bersama-sama oleh seluruh umat dari berbagai agama dan bangsa. Hal itu ditegaskan Prof Din Syamsuddin dalam pidato pembukaan konferensi perdamaian Asia di Yangon, Myanmar, Selasa (5/3).

Lebih lanjut, presiden Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) itu menilai, peradaban dunia saat ini mengalami kerusakan serius yang bersifat akumulatif. Maka dari itu, agama-agama harus tampil sebagai penyelesai masalah (problem solver) serta menunjukkan peran profetiknya.

Baca Juga

"Problematika peradaban global berpangkal dari keterjebakan pada liberalisme sekuler yang menuntut banyak hak (serta) kurang pada tanggung jawab. Padahal, solusi terhadap problematika peradaban menuntut tanggung jawab bersama," kata Din Syamsuddin dalam pidatonya, seperti dikutip keterangan yang diterima Republika.co.id, Rabu (6/3).

Konferensi internasional itu bertema "Asia Regional Consultation on Caring Common Future, Advancing Positive Peace." Dalam acara yang berlangsung hingga Kamis (7/3) ini, hadir sekitar 150 orang tokoh lintas agama dari 22 negara di Asia Pasifik.

Guru besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta itu meneruskan, tren perjuangan umat berbagai agama dewasa ini perlu berfokus pada komitmen "One Humanity, One Destiny, One Responsibility." Maknanya, setiap umat yang berbeda akidah itu toh menuju titik yang sama semata-mata dalam hal kemanusiaan dan tanggung jawab menciptakan perdamaian dunia.

"Oleh karena itu, frasa kedua pada tema konferensi ini, 'Advancing Positive Peace' adalah tepat dan penting. Perwujudan perdamaian sekarang ini tidak cukup hanya berorientasi pada peniadaan konflik atau perang (negative peace), tapi juga perlu bertransformasi ke arah perciptaan 'damai positif' (positive peace)," papar ketua umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 itu.

Dia menjelaskan, di antara kunci perdamaian dunia adalah hilangnya "ketiadaan damai" (the absence of peace). Artinya, beragam keadaan yang di dalamnya orang sukar merasakan damai. Misalnya, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, ketidakadilan, diskriminasi, kekerasan, dan kerusakan lingkungan hidup.

Konferensi yang digelar di Yangon tersebut membahas berbagai isu. Hasil rekomendasi akan menjadi bahan ACRP untuk dibawa kepada konferensi The 10th World Assembly of Religions for Peace di Lindau, Jerman, pada 20-23 Agustus 2019 mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement