Kamis 14 Mar 2019 07:51 WIB

Heboh Eksodus Warga Ponorogo karena Kiamat, Ini Faktanya

Warga tersebut tidak eksodus, tetapi pindah ke pesantren.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Nashih Nashrullah
Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahi Mubtadin’ (MFM), Kasembon, Kabupaten Malang, perwakilan tokoh agama dan aparat hukum mengklarifikasi isu yang beredar di masyarakat, Mapolresta Batu, Rabu (13/3).
Foto: Republika/ Wilda Fizriyani
Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahi Mubtadin’ (MFM), Kasembon, Kabupaten Malang, perwakilan tokoh agama dan aparat hukum mengklarifikasi isu yang beredar di masyarakat, Mapolresta Batu, Rabu (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BATU –Belum lama ini publik dihebohkan atas isu kabar kiamat yang menyebabkan puluhan warga Ponorogo pindah ke Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahi Mubtadin (MFM), Kasembon, Kabupaten Malang. Namun, informasi itu dipastikan bohong berdasarkan klarifikasi yang dilakukan pihak terkait bersama tokoh agama dan Polresta Batu.   

Kapolresta Batu AKBP Budi Hermanto menerangkan, sejumlah tokoh agama telah bertabayun dengan ponpes pada Selasa sore (12/3). 

Baca Juga

Proses yang berlangsung dari pukul 15.00 sampai 17.30 WIB itu telah memperoleh informasi yang diinginkan. Dalam hal ini, kepolisian mengklarifikasi sejumlah isu yang telah memojokkan pihak pesantren.   

Isu pertama, huru-hara setelah Ramadhan. Kemudian, beredar kabar mengenai senjata golok dan foto tokoh kiai yang dijual Rp 1 juta. Lalu, terdapat perintah agar para santri menjual harta kekayaan untuk diserahkan ke pondok.    

"Termasuk yang paling membuat mengerikan, anak kelas V SD kalau paceklik harus memotong tangan adiknya untuk dijadikan santapan," kata Budi kepada wartawan di Mapolresta Batu, Rabu (13/3).   

Isu-isu tersebut, menurut Budi, telah menimbulkan ketakutan di masyarakat. Bahkan, isu tersebut dilaporkan telah merugikan pesantren yang selama ini sudah mengajarkan santri sesuai kaidah agama Islam. Sebab, informasi-informasi tersebut sudah dipastikan tidak benar.   

"Ini fatal karena bisa menjadi pemicu amarah ponpes dan umat Islam lain. Maka itu, kita hadir di sini untuk meng-counter tersebut bahwa isu itu tidak benar," kata Budi.  

Sementara, ihwal 52 warga Ponorogo yang pindah ke Malang karena isu kiamat, Budi menyatakan, saat ini ponpes memiliki 573 santri. Dari jumlah tersebut, hanya 42 santri yang berasal dari Ponorogo.    

Pengasuh Ponpes MFM, M Romli, menegaskan, pihaknya tidak pernah merasa menyatakan ajaran-ajaran tersebut kepada masyarakat. Kalaupun terdapat penjelasan ihwal hujan meteor di Ramadhan, itu sudah tertera dalam hadis. Fenomena ini salah satu dari tanda-tanda hari kiamat yang harus diwaspadai umat Islam.  

Ponpes Romli sebenarnya telah memiliki program triwulan menyongsong hujan meteor selama tiga tahun. Tahun terakhir ternyata memiliki peminat yang membeludak hingga pihaknya harus membuat sistem baru. Peserta yang hendak ikut, harus menyiapkan pasokan makanan selama setahun untuk dirinya sendiri.   

"Yang mau mengungsi ke ponpes, wajib bawa makan sendiri, lima kuintal per kepala, untuk diri sendiri sebagai persiapan kalau terjadi (hujan) meteor. Kalau //enggak// terjadi, bawa pulang sendiri. Dan program ini sudah tiga tahun (berjalan)," kata pria yang disapa Gus Romli tersebut.  

Gus Romli mengaku tidak tahu apabila terdapat peserta yang harus menjual sapi untuk mengikuti kegiatan tersebut. 

Hal yang pasti, dia menegaskan, program ini hanya untuk bersiap-siaga atas fenomena hujan meteor sebagaimana yang tertulis dalam hadis.  

Dengan adanya isu ini, Gus Romli mengaku memperoleh kerugian yang cukup besar. Banyak santri yang tanpa alasan ditarik kembali oleh orang tua/walinya. Beberapa di antaranya menolak karena tahu bahwa isu negatif terhadap pesantrennya itu tidak benar.   

"Ada yang dipukuli orang tuanya, mungkin kita dipikir kelompok Gafathar yang anaknya dapat magic dari saya, padahal santri tahu (kabar) itu fitnah semua," kata Gus Romli. 

Gus Romli pun sempat menjual mobil pribadinya untuk membiayai stok gabah untuk para santrinya. Dalam hal ini terhadap mereka yang tidak lagi dibiayai orang tuanya akibat menolak untuk kembali ke rumah. 

Gabah tersebut diperuntukkan sebagai stok makanan pribadi di program triwulan menyongsong hujan meteor.    

Di kesempatan serupa, perwakilan MUI Kabupaten Malang, Ibnu Mukti, memastikan, Ponpes MFM tidak memiliki hubungan dengan organisasi terlarang. "Ponpes Gus Romli ini ala NU. Enggak ada terkait dengan organisasi macam lain," jelasnya.   

Berdasarkan proses tabayun sebelumnya, Ibnu menegaskan, bentuk pembelajaran ponpes tidak mengalami penyimpangan. Ajaran yang dipelajari para santri masih dalam koridor kaidah Islam.  

Terkait penjelasan kiamat, Ibnu menilai, peristiwa ini sebenarnya masih misteri. "Ulama juga begitu, karena tidak ada keterangan atau penjelasan pasti kapan terjadinya, makanya banyak sudut pandang mengenai masalah kiamat ini. Jadi, mungkin sudut pandang beliau Gus Romli ini seperti yang disampaikan tadi. Ya, mungkin tidak sama dengan sudut pandang tokoh atau ulama lain," jelasnya.   

Menurut Ibnu, hal yang disampaikan Gus Romli itu sebenarnya sesuai dengan yang tertera dalam hadis.

Yang membedakan hanya masalah persepektifnya dalam menyikapi tanda-tanda hari kiamat, terutama hujan meteor. Oleh karena itu, Ibnu memaklumi program triwulan ini, apalagi hal tersebut disampaikan hanya kepada komunitasnya.   

"Dan lagi, yang perlu digarisbawahi, beliau menyampaikan di komunitas jamaah beliau, bukan untuk umum, jadi beliau menyampaikan di tarekat beliau," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement