Selasa 12 Mar 2019 16:46 WIB

Pakistan Studi Banding Penyelenggaraan Pendidikan Pesantren

Pesantren di Indonesia memiliki peran besar dalam penyelenggaraan pendidikan informal

Delegasi Pakistan melakukan audensi dengan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Pontren) Kementeri Agama, Ahmad Zayadi
Foto: Dok Istimewa
Delegasi Pakistan melakukan audensi dengan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Pontren) Kementeri Agama, Ahmad Zayadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pakistan melalui Japan Internasional Cooperation Agency (JICA)-Advancing Quality Alternative Learning (AQAL) Project akan melakukan studi banding penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan pondok pesantren salafiyah. 

Rencananya rombongan akan mengunjungi salah satu pesantren penyelenggara pendidikan kesetaraan di Bandung, Jawa Barat pada Rabu, 13 Maret 2019.

Baca Juga

Selain ke beberapa pesantren salafiyah penyelenggara program Pendidikan Kesetaraan, rombongan delegasi juga akan mengunjungi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang berada diwilayah Bandung Jawa Barat hingga 15 Maret 2019. 

Rencana tersebut tercetus dalam pertemuan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren dengan Sekretaris Kementerian Pendidikan Federal,  Staff dari Negara Federal Provinsi Balochistan dan Sindh, serta Koordinator dari JICA-AQAL Project di Pakistan dan Dekan Fakultas Pendidikan dari Allama Iqbal Open University Islamabad. Total peserta delegasi sebanyak 18 orang. 

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Pontren), Ahmad Zayadi, menyambut baik kegiatan yang diinisiasi JICA tersebut dalam upaya melihat Pendidikan Kkesetaraan yang telah dilakukan seribu lebih pesantren salafiyah di Indonesia. 

“Yang di Bandung nanti itu adalah salah satu contoh layanan pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh pesantren,” ujarnya dalam keterangannya kepada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (12/3).

Ahmad menjelaskan, Pendidikan Kesetaraan telah melayani pendidikan bagi masyarakat yang selama ini tidak terjangkau layanan pendidikan formal.  

“Semangatnya adalah melayani yang belum terlayani,  reach the unreach, menjangkau yang selama ini belum terjangkau layanan pendidikan formal,” kata dia. 

Kepala Penasihat JICA-AQAL Pakistan, Chiho Ohashi, mengatkan Pakistan merupakan negara kedua setelah Nigeria dengan anak putus sekolah sebanyak 22,8 juta jiwa rentang umur  usia wajib belajar anak usia 5-16 tahun. 

Selain itu, kata dia, Pakistan juga merupakan Negara dengan tingkat buta aksara di atas usia 10 tahun keatas. “Jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya,” kata Chiho. 

Dia berharap,  melalui kunjungan studi di Indonesia kali bisa meningkatkan pendidikan non-formal sebagai pendidikan alternatif yang berkualitas di Pakistan. 

“Untuk itulah kunjungan ini dirancang untuk belajar membuat kebijakan, standar kurikulum secara efisien pada usia sekolah dasar dan menengah,” kata dia sembari menambahkan bahwa Indonesia memiliki pengalaman yang banyak dalam pendidikan non-formal dengan inisiatif dan komitmen yang sangat kuat dari pemerintah Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement