Kamis 07 Mar 2019 17:44 WIB

Islam Mengajarkan Hati-Hati dalam Urusan Donor ASI, Mengapa?

Anak yang mendapat donor ASI sebanyak tiga kali, mereka sudah saudara sepersusuan

Rep: Muhammad Riza Wahyu Pratama/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yunahar Ilyas
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yunahar Ilyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia), Profesor Yunahar Ilyas mengatakan, perlu kehati-hatian dalam melakukan donor ASI (Air Susu Ibu). Ketika seorang anak diberikan donor ASI sebanyak tiga kali (term), maka anak tersebut sudah menjadi saudara sepersusuan.

"Harus hati-hati dalam masalah pemberian ASI. Seorang anak jika disusui tiga tahap, maka anak tersebut sudah berlaku saudara sepersusuan. Harus diperhatikan, tiga kali yang dimaksud adalah tiga term, bukan tiga hisapan. Hal itu sudah berlaku pula, walaupun tiga tahapan itu berlangsung sebentar," kata Yunahar Ilyas, Kamis (7/3). Kemudian, ketika disinggung soal tata cara atau metode pemberian ASI apakah menggunakan botol atau langsung dihisap dari payudara ibunya, Wakil Ketua MUI itu menyebut keduanya sama saja.

Baca Juga

Selanjutnya, terkait syarat perempuan yang boleh memberikan ASI, pria yang sekaligus merupakan Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu mengatakan, syarat utama perempuan yang boleh memberikan ASI adalah baik dan sehat. Secara hukum, tidak ada ketentuan harus beragama Islam. Akan tetapi, diutamakan adalah orang yang seagama (sesama Muslim).

"Syarat utamanya adalah wanita yang baik dan sehat. Misalnya pengguna narkoba, maka dia tidak sehat dan darahnya tidak bersih. Dari segi kesehatan kalau darahnya tidak bersih maka ASI yang dimilikinya juga tidak sehat," Yunahar.

 

Selanjutnya, dia mengatakan tidak ada ketentuan harus Islam. Akan tetapi, secara psikologis bisa jadi ada pengaruh. "Maka ada baiknya memilih perempuan Muslim," kata Yunahar Ilyas.

Namun, Yunahar Ilyas juga menuturkan, jika ASI tersebut dipompa kemudian disimpan oleh sebuah lembaga donor, maka untuk kondisi seperti ini, memutuskannya diperlukan fatwa bersama (jama'i). Yunahar memberikan catatan, jika yang terjadi adalah donor ASI dengan botol, dimana antara bayi yang meminum ASI dan ibu yang memberikan ASI tidak saling bertatap muka, maka diperlukan catatan lengkap.

Sebuah botol ASI diambil dari siapa, dan diberikan untuk siapa. Hal tersebut, perlu dicatat secara lengkap karena berkaitan dengan hukum saudara sepersusuan.

Yunahar Ilyas juga menyampaikan, perlunya memperhatikan saudara sepersusuan karena dalam Islam ada jelas aturannya. "Saudara sepersusuan tidak boleh menikah. Termasuk pula anak dari anak yang disusui, ia tidak boleh menikah dengan anak dari Ibu yang menyusui (memberikan susu).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement