Jumat 15 Feb 2019 21:29 WIB

Sasar Milenial, Muhammadiyah Perkuat Konten Dakwah Digital

Produksi dakwah digital merupakan tantangan bagi Muhammadiyah.

Ilustrasi Media Sosial
Foto: pixabay
Ilustrasi Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pimpinan Pusat Muhammadiyah menguatkan produksi konten dakwah digital untuk menyasar generasi muda milenial yang akrab dengan teknologi dan media sosial.

"Muhammadiyah melalui Majelis Pustaka Informasi membuat berbagai aplikasi dakwah di media sosial dan media online supaya dakwah sampai ke generasi milenial," kata Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (15/2).

Baca Juga

Dia mencontohkan Muhammadiyah menggencarkan konten dakwah televisi daring, digitalisasi buku, situs di media sosial serta dakwah lewat laman berbagi video Youtube.

Ketua PP Muhammadiyah yang membawahi bidang pustaka dan informasi tersebut mengatakan beberapa saluran media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube sudah berjalan dengan konten dakwah.

 

Selain itu, kata dia, beberapa aplikasi berkonten dakwah juga bisa diakses seperti TVMu, Tarjih, Pustakamu, Muvon, Edumu dan Jarimu.

Setelah Sidang Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu, tepatnya pada pertengahan Februari 2019, Dadang mengatakan pihaknya akan segera meluncurkan media center terpadu yang juga bisa dioptimalkan untuk dakwah.

"Insya Allah setelah tanwir ini, kami akan meluncurkan media center terpadu, baik di Jakarta maupun Yogyakarta," katanya.

Dadang memandang dakwah dunia digital perlu digarap seiring kalangan milenial yang saat ini belajar tidak langsung dari ustaz tapi dari media sosial. Produksi dakwah digital merupakan tantangan bagi Muhammadiyah.

Para pendakwah Majelis Talbigh di masa kini, kata dia, tidak selalu harus datang ke daerah-daerah tetapi bisa menggunakan saluran media sosial guna menjangkau kalangan milenial yang bisa diikuti jutaan pemirsa.

Menurut dia, dakwah digital Muhammadiyah harus hadir di tengah masyarakat seiring tumbuhnya sejumlah pendakwah instan dan populer yang rujukan keagamaannya belum dapat dipertanggungjawabkan.

"Kemudian, konten-konten keagamaan itu berubah. Kalau dulu mencari referensi, sekarang beda. Saat ini tidak lagi otentik, asal ada informasi saja maka itu dijadikan rujukan," katanya.    

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement