Kamis 07 Feb 2019 15:19 WIB

Ujian Seorang Pedagang

Bagi orang beriman materi adalah sarana.

Berdagang Ilustrasi
Foto: Antara/Rudi Mulya
Berdagang Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdagang adalah salah satu cara efektif dalam membuka pintu rezeki. Para sahabat yang utama juga rerata berprofesi sebagai pedagang. Rasulullah SAW sendiri juga ditempa dalam sebuah misi perdagangan.

Tak ada yang lain harapan bagi sosok pedagang tentu untuk mengambil keuntungan. Saat keuntungan berlimpah ruah, disitulah letak ujiannya. Apakah kita hendak menjadi insan penuh syukur hingga bertambah-tambah kekayaan. Ataukah kita yang diancam dengan nikmat kufur.

Semua pilihan itu bisa dengan mudah diputuskan jika seseorang paham bagaimana letak sebuah kekayaan.  Bagi orang beriman materi adalah sarana. Jika dengannya dakwah bisa berjalan, maka materi tersebut adalah sebuah kebaikan. Jika dengan materi itu hati tertawan, maka materi tersebut harus dilepaskan.

Bagi orang beriman, meteri hanya diletakkan di tangan. Ia tak sampai merasuk dalam hati dan menjadi obsesi. Kedudukannya tak lebih dari sekadar sarana. Sarana bisa berubah-ubah. Suatu kesempatan mungkin materi menjadi sarana efektif, di lain kesempatan bisa jadi materi jadi sarana yang membahayakan.

Seperti yang sedang dilakukan Shuhaib bin Sinan RA. . Harga imannya jauh lebih tinggi dibandingkan semua harta kekayaannya. Ya semua. Kita, bahkan perlu mengeryitkan dahi kala kotak infak mampir sementara ada dua lembaran Rp 50 ribu terselip manis. Sementara di lain waktu amat mudah merogoh ratusan ribu demi sepatu model terbaru saat koleksi sepatu di rumah sudah menggunung.

Pemahaman yang utuh atas materi itulah yang harus tertanam. Saat orang beriman menyadari hakikat harta, maka yang tercipta adalah sebuah keindahan dalam beramal.

Seperti yang lantas dicontohkan Shuhaib. Kisah kepahlawanannya tak hanya berhenti disitu. Shuhaib adalah pula seorang pemurah dan dermawan. Tunjangan yang diperolehnya dari Baitul Mal dibelanjakan semuanya di jalan Allah.

Tak mampir sedikitpun harta yang ia peroleh melainkan habis untuk membantu orang yang kemalangan dan menolong fakir miskin. Amalnya hanya untuk menerapkan firman Allah SWT,"dan diberikannya makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang tawanan."  (QS al-Insan [76]:8)

Sampai-sampai kemurahannya yang amat sangat itu mengundang peringatan dari Umar bin Khattab RA. Umar berkata pada Shuhaib, "Saya lihat kamu banyak sekali mendermakan makanan hingga melewati batas!"

Shuhaib dengan lembut menjawab, "Sebab aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Sebaik-baik kalian ialah yang suka memberi makanan'."

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement