Kamis 10 Jan 2019 17:25 WIB

Mu'ti: Fenomena Matinya Hati Nurani, Mengkhawatirkan

Sekarang banyak orang yang berbicara mengenai sesuatu tanpa dituntun oleh ilmu.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Suluh Kebangsaan bersama Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Dialog Kebangsaan Lintas Agama di Gedung PP Muhammadiyah pada Kamis (10/1). Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti yang menjadi narasumber dialog ini menyampaikan, bahwa fenomena matinya hati nurani sangat mengkhawatirkan.

Mu'ti mengatakan, sekarang melihat ada fenomena matinya nalar sehat yang ditandai dengan hilangnya daya kritis. Orang-orang tidak lagi berpikir dan berbuat secara kritis. Padahal, berpikir kritis sebenarnya bagian dari kehidupan manusia yang sangat alamiah.

"Yang sangat mengkhawatirkan matinya hati nurani, ini yang menurut saya menjadi pangkal semua yang sekarang dikhawatirkan," kata Mu'ti.

Dia menerangkan, fenomena matinya hati nurani disebutkan dalam Alquran Surat Al Hajj Ayat 46. Artinya, "maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada".

 

Selama ini, kata Mu'ti, orang memaknai hati berhubungan dengan perasaan. Tapi, Alquran mengaitkan hati dengan akal. Alquran menjelaskan yang membuat manusia buta bukan karena matanya tidak bisa melihat, tapi karena hatinya buta. 

"Kalau hati nurani sudah mati orang akan menolak semua kebenaran, kebenaran ilahiyah ditolak, kebenaran agama ditolak karena hatinya sudah tertutup terkunci," ujarnya.

Mu'ti mengaitkan matinya hati nurani dengan fenomena matinya kepakaran yang terjadi saat ini. Sekarang banyak orang yang berbicara mengenai sesuatu tanpa dituntun oleh ilmu tetapi dituntun oleh nafsu. Sehingga, kepakaran menjadi mati. 

"Maka, gerakan suluh kebangsaan harus membangkitkan kembali ketajaman dan kebeningan hati nurani umat. Sebab kalau hati nurani sudah kotor, maka semua cahaya tidak akan bisa meneranginya," tegasnya. 

Dia mengatakan, teknologi yang menjadi bagian dari realitas budaya hanya instrumen untuk manusia mengaktualisasikan apa yang ada dalam hati nuraninya. Sebagai contoh, tidak semua yang beredar dalam media sosial buruk, tergantung siapa penggunanya. Banyak juga yang lucu dalam media sosial.

"Saya melihat bangsa ini kekuatan yang dimilikinya adalah kekuatan hati nurani, menurut saya bagaimana merawat kehidupan kebangsaan itu kita harus merawat apa yang sudah kita miliki sebagai warisan budaya Indonesia, budaya orang Indonesia yang saya tahu dan pelajari adalah kelembutan hati, hati yang lembut itulah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia," ucapnya. 

Dialog Kebangsaan Lintas Agama mengusung tema Tantangan Agama dan Kebangsaan di Era Post Truth. Dialog dihadiri Prof Mahfud MD sebagai Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Tokoh Katolik dan Budayawan Benny Susetyo yang akrab disapa Romo Benny serta para tokoh lintas agama lainnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement