Kamis 10 Jan 2019 14:00 WIB

IHW: Penandatangan RPP JPH akan Jadi Bumerang Pemerintah

Sampai saat ini, BPJPH belum siap untuk melaksanakan sertifikasi halal.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah didampingi para pejabat terkait memberikan paparannya ke kantor Harian Republika, Jakarta, Jumat (19/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah didampingi para pejabat terkait memberikan paparannya ke kantor Harian Republika, Jakarta, Jumat (19/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Peraturan Pemerintah Jaminan Produk Halal (RPP JPH) akhirnya sudah diparaf oleh menteri-menteri terkait dan saat ini tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden Joko Widodo untuk disahkan. Namun, Indonesia Halal Watch (IHW) menilai, penandatangan RPP JPH tersebut justru bisa menjadi bumerang bagi pemerintah. 

Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah mengatakan, sampai saat ini masih banyak PP lainnya yang belum ditandatangani di meja presiden. Namun, kata dia, jika pun nanti PP JPH tersebut ditandangani presiden justru akan menjadi boomerang bagi pemerintah. 

"Jangan jadi boomerang bagi pemerintah. Tujuannya baik menerbitkan PP, tapi percuma jika tidak bisa berjalan di lapangan. Itu akan jadi boomerang bagi pemerintah karena pasti tidak bisa jalan itu," ujar Ikhsan saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (9/1).

Dia menjelaskan, PP JPH tersebut tidak akan bisa jalan karena Badan Jaminan Produk Halal (BPJPH) sendiri sampai saat ini belum siap untuk melaksanakan sertifikasi halal. Jika pengesahan RPP itu dipaksakan, kata dia, pemerintah akan dianggap melanggar hukum karena tidak bisa menjalankannya. 

"RPP tidak masalah ditandangani, tapi daripada ditandangani tidak berlaku itu akan mengakibatkan hukum menjadi tidak efektif. Jangan sampai nanti itu pemerintah melanggar hukum," ucapnya. 

Ikhsan menuturkan, BPJPH belum siap lantaran sampai saat ini  BPJPH juga belum melakukan kerjasama apapun dengan LPPOM MUI, baik terkait dengan penyediaan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), sertifikasi auditor, maupun penfatwaan. 

"Jadi, karena belum ada kerjasama dengan MUI, maka tidak akan pernah ada auditor halal. Padahal, di dalam undang-undang terbentuknya LPH itu harus memiliki tiga auditor halal. Sementara, auditor halal itu ada apabila sudah mendapatkan sertifikasi dari MUI," kata Ikhsan.

Karena itu, menurut dia, lebih saat ini Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait sertifikasi halal itu. Dengan demikian, LPPOM MUI yang saat ini mempunyai kewenangan sementara, bisa melaksanakan mandatori sertifikasi halal yang akan dimulai pada 17 Oktober 2019 mendatang. 

"Ini kan kewenangan MUI sekarang, makanya presiden harus mengeluarkan Perpres agar LPPOM bisa bekerja dengan baik untuk mematuhi mandatori sertifikasi halal yang jatuh temponya 17 Oktober," ujarnya. 

Ikhsan kembali menegaskan bahwa BPJPH tidak akan siap melaksanakan mandatori sertifikasi halal tersebut. Pasalnya, sampai saat ini belum ada bekerjasama apapun dengan MUI. "17 Oktober itu udah mulai mandatori sertifikasi halal. Tapi, saya yakin sampai 17 Oktober itu BPJPH tidak akan siap," tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement