Selasa 13 Nov 2018 16:23 WIB

Hadiri Majelis, Ada Adab yang Perlu Diperhatikan

Adab tersebut disarikan dari Alquran dan hadis.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Ribuan jamaah dari Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kota Bekasi menggelar Tabligh Akbar dengan tema Peran Muslimah dalam Membangun Kejayaan Peradaban Islam di Masjid Istiqlal, Kamis (22/3).
Foto: ist
Ribuan jamaah dari Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kota Bekasi menggelar Tabligh Akbar dengan tema Peran Muslimah dalam Membangun Kejayaan Peradaban Islam di Masjid Istiqlal, Kamis (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Dalam kehidupan sehari-hari, hadir di sebuah majelis ilmu menjadi pemandangan yang lazim. Ada pengajian pekanan khusus Muslimah ataupun taklim yang peruntukkannya untuk jamaah laki-laki. Ternyata, hadir di majelis tak sekadar hadir dan tanpa aturan. Ada beberapa tata krama yang mesti diindahkan.

Ayat ke-11 surah al-Mujadilah di atas, ungkap Dr Muhammad Ratib an-Nablusi dalam karyanya yang berjudul Adab al-Majlis fi Alquran wa as-Sunnah, menjadi salah satu bukti tentang keluhuran ajaran Islam. Ayat tersebut berisikan tentang etika atau tata cara menghadiri sebuah majelis ilmu atau pertemuan yang serupa.

Dalam buku tersebut, Dr Ratib menguraikan beberapa adab yang mesti diperhatikan dalam menghadiri sebuah majelis. Adab tersebut disarikan dari Alquran dan hadis. Dari sumber Alquran, ayat di atas cukup memberikan gambaran yang jelas perihal bagaimanakah Rasulullah SAW mengajarkan tata cara hadir di sebuah majelis.

Ayat tersebut turun agar para sahabat meletakkan norma dalam majelis. Sebelum ayat ini diturunkan, para sahabat berlomba-lomba untuk menjadi yang terdekat dengan posisi duduk Rasul. Sejumlah sahabat yang datang terlambat memaksa menggeser-geser, bahkan sebagiannya meminta yang lain untuk segera beranjak. Maka, hal semacam ini tidak diperbolehkan.

Jamaah yang datang lebih awal maka ia berhak atas tempat yang telah didudukinya. Tidak patut untuk menggusur apalagi menyuruh orang berdiri. Ini mengajarkan bahwa sejatinya manusia itu sederajat di sisi Allah SWT. Hendaknya, tidak saling membanggakan status dengan seenaknya menyuruh orang lain pindah.

Namun demikian, ketentuan tersebut bukan berarti harga mutlak. Artinya, bila seseorang dengan sukarela memberikan tempat duduknya, ini akan sangat mulia.

Sikap lapang dada itu pernah ditunjukkan Ali bin Abi Thalib. Suami Fatimah tersebut lebih dulu duduk di samping Rasul. Saat melihat Abu Bakar datang, menantu Rasulullah ini bergegas berdiri dan mempersilakan Abu Bakar menempati tempat duduk Ali.

Sikap yang diteladankan Ali itu justru menunjukkan kedewasaan dan budi pekerti yang luhur. Rasulullah pun berkomentar melihat aksi dua sahabat kesayangannya itu. “Tidak bisa mengatuhi keutamaan, kecuali orang yang istimewa pula,” titah Rasul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement