Rabu 19 Sep 2018 17:16 WIB

Menag: Nilai Agama Modal Indonesia Rajut Persatuan

Dalam konteks Indonesia nilai-nilai agama menjadi sesuatu yang sangat penting.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Lukman Hakim Saifudin
Foto: antara
Lukman Hakim Saifudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan Indonesia memiliki modal dasar dalam merajut persatuan masyarakat yang heterogen dan beragam. Hal ini dilihat dari nilai-nilai agama yang beragam di Indonesia.

Ungkapan ini disampaikan Menag saat menjadi pembicara di Seminar Internasional Penaskahan Nusantara, dengan tema 'Nilai-Nilai Luhur Keagamaan dalam Naskah Nusantara sebagai Acuan Kehidupan Beragama di Indonesia'. Kegiatan ini berlangsung di Perpustakaan Nasional RI, Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (19/9).

"Tema seminar ini penting dan menjadi magnet bagi saya untuk hadir. Bagi saya tema ini penting karena nilai-nilai agama menjadi modal dasar yang sangat besar bagi bangsa Indonesia dalam ikut andil merajut dan menyatukan masyarakat yang sangat heterogen dan beragam," kata Menag dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, Rabu (19/9).

Mau belajar dari masa lalu menurut Lukman sangat penting untuk mempersiapkan diri menuju masa depan. Indonesia bisa seperti sekarang karena masa lalu.

Kondisi di masa depan pun sangat tergantung bagaimana mempersiapkan diri saat ini. Lukman menyebut ada keterkaitan yang tidak terputus antara masa lalu, sekarang dan masa depan.

Menurut Menag, dalam konteks Indonesia nilai-nilai agama menjadi sesuatu yang sangat penting dan oleh para pendahulu dijadikan sebagai perekat dan persatuan. Semua anak bangsa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan ini menjadi khas Indonesia.

Memahami nilai agama perlu suatu kearifan yang baru bisa didapatkan setelah masyarakat memiliki wawasan dan pengetahuan memadai. Karena untuk sampai pada subtansi ajaran agama itu, pemeluknya mengacu pada teks pada kitab suci.

"Tantangan bagi kita memahami nilai luhur itu seperti apa, maka kontekstualitas memahami naskah kuno menjadi niscaya. Diperlukan saat ini adalah pemaknaan tehadap peninggalan masa lalu dan itu sangat tergantung pada wawasan dan keberpihakan kita dalam menerjemahkan masa lalu," kata Menag. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement