Rabu 12 Sep 2018 17:58 WIB

Waketum PBNU: Tahun Baru 1440 H Momen Menjaga Persatuan

Moderasi dan toleransi hendaknya diperkuat oleh umat Islam di tahun-tahun ke depan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Tahun Baru Islam (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Tahun Baru Islam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PBNU Maksum Machfoedz menyatakan Tahun Baru 1440 H merupakan momen untuk menjaga persatuan. Moderasi dan toleransi hendaknya diperkuat oleh umat Islam di tahun-tahun ke depan.

"Kita harus belajar awal dipilihnya nama tahun Hijriyah sebagai penanda tahun Islam. Diskursusnya luar biasa hebat dengan aneka usulan ketika itu, setelah ditinggal Rasulullah SAW. Sangat demokratis," ujar Kiai Maksum kepada Republika.co.id, Rabu (12/9).

Pilihan nama untuk Tahun Baru Hijriyah ini antara lain: hari lahir Rasul dan waktu turunnya Alquran dan kerasulan. Namun salah satu sahabat Nabi, Utsman bin Affan mengusulkan nama Hijriyah dengan dalih yang cerdas.

"Al-Hijratu farraqat Baina al-haqqi wa al-bathil. Dia berkata bahwa hijrahnya Rasulullah itu pembeda nyata antara yang haq dan yang benar, antara jahiliyah dan jaman terang, serta antara jahiliyah dan kedamaian," lanjutnya.

Kiai Maksum meminta umat Islam untuk merenung terkait hijrah yang selalu digembar-gemborkan saat Tahun Baru Islam ini. Dari zaman jahiliyah dengan segala kultur dan peradaban yang terbelakang lalu berubah menjadi Darus Salam, negara penuh kedamaian.

Hal ini tentu mengajarkan peradaban moderat dan tolerant untuk peaceful coexistence. Amanat ini ada di pundak peradaban baru.

Tahun baru 1440 H ini pun tentu mengamanatkan hal yang sama. Misi moderasi dan toleransi umat menjadi penting untuk diperkuat, terlebih dalam waktu-waktu yang semakin krisis kaitannya dengan tahun politik.

"Misi peradaban yang paling penting untuk di jaga adalah penguatan peaceful coexistence. Hidup berdampingan dalam kedamaian dan persaudaraan antarumat, apapun afiliasi politik dan sosikulturalnya," ujarnya. Semua pihak tanpa melihat latar belakangnya harus menjaga kedamaiam dan persaudaraan tersebut.

Di tahun politik ini khususnya, Kiai Maksum melihat urusan keseharian masyarakat nyaris terbungkus oleh rivalitas. Ada yang menang dan ada yang kalah. Ia pun meminta untuk dapat mengontrol sikap jika ada yang menang atau kalah.

"Karena itu semua harus jembar segarane atau bisa menerima apapun yang terjadi. Yang menang nggak usah umuk atau terlalu bahagia, yang kalah nggak perlu ngamuk. Dan bagi umat beragama, ketentuan itu bukan di tangan kita, kita hanya wajib ikhtiar," tutupnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement