Senin 16 Apr 2018 11:46 WIB

Waketum MUI Imbau Elite Politik Bijak Kutip Alquran

Ini untuk hindar tuduhan politisasi atau eksploitasi agama untuk kepenting poltik.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Alquran Surat Al-Mujadilah ayat 19 sampai 22, menerangkan adanya dua golongan manusia yaitu golongan setan (hizb as-syaithan) dan golongan Allah (hizb Allah). Namun, konteks ayat ini lebih pada makna transendental yaitu tentang akidah, keyakinan, atau keimanan kepada Allah SWT. Bukan dalam konteks politik.

 

Demikian dikatakan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi, menjelaskan, surah dalam  Al-Mujadilah ayat 19 sampai 22. Hal ini disampaikan Zainut terkait pernyataan Amien Rais tentang adanya dua partai yaitu partai Allah (hizb Allah) dan partai setan (hizb syaithan).

Zainut mengatakan, golongan setan disebutkan sebagai golongan orang yang selalu berdusta, lupa mengingat Allah. "Mereka suka menentang ajaran Allah dan Rasul-Nya, dan mereka itu adalah golongan orang yang merugi," ujarnya, dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (16/4).

Sementara golongan Allah (hizb Allah) adalah golongan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Mereka adalah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan dari Allah. Golongan ini termasuk golongan orang yang beruntung.

Dikatakan Zainut, konteks ayat di atas lebih pada makna transendental yaitu tentang akidah, keyakinan, atau keimanan kepada Allah SWT, bukan dalam konteks politik. Jadi, ucap  Zainut, tidak tepat jika ada pihak yang mengaitkan ayat tersebut di atas dengan konteks politik kepartaian di Indonesia.

Namun, Zainut mengatakan, dirinya berprasangka baik kepada Amien Rais. "Beliau tidak bermaksud mengaitkan ayat tersebut dengan kondisi partai-partai di Indonesia," ujarnya.

Zainut mengimbau, kepada semua elit politik untuk bijak dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Khususnya, ketika mengutip ayat suci Alquran atau ajaran agama lainnya.

Hal ini dilakukan agar terhindar dari tuduhan melakukan politisasi agama atau eksploitasi agama untuk kepentingan politik. "Lebih dari itu untuk menghindari timbulnya kesalahpahaman, konflik, dan kegaduhan di masyarakat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement