Sabtu 13 Jan 2018 08:00 WIB

Bahaya Ghazwul Fikri, Merusak Pemikiran Umat Islam

Ustaz Rahmadon mengupas ghazwul fikri.
Foto: Dok KWPSI
Ustaz Rahmadon mengupas ghazwul fikri.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Umat Islam di negeri ini merupakan mayoritas, bahkan pertumbuhannya di dunia juga cukup pesat. Akan tetapi, dari jumlah yang besar tersebut sedikit sekali yang benar-benar menjalankan ajaran Islam secara menyeluruh.

Banyak yang masih salah mempersepsikan ajaran Islam yang syamil tersebut, sehingga menimbulkan kerancuan dalam berpikir dan bertindak. “Sering didapati pemilahan ajaran Islam, antara urusan agama dengan urusan ekonomi, budaya, politik, ataupun sisi kehidupan yang lain, jauh dari ajaran Islam,” kata Ustaz H. Rahmadon Tosari Fauzi MEd, PhD,

Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry‎ itu mengemukakan hal tersebut  saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (10/1) malam.

Salah satu diantaranya, kata Ustaz Rahmadon,  akibat pengaruh ghazwul fikri atau invasi intelektual, yaitu bentuk perang pemikiran dari orang-orang yang benci dan memusuhi Islam. Serangan atau serbuan pemikiran ini bertujuan mengubah pola pikir dan sikap seorang muslim untuk pelan-pelan mengikuti pemikiran dari musuh-musuh Islam, di antaranya Barat, dalam menghancurkan kaum Muslimin.

 

"Perang pemikiran atau ghazwul fikri ini adalah cara lain dari musuh-musuh Islam, dalam menghancurkan pelan-pelan tanpa disadari dengan mencuci otak kaum Muslimin. Ini akibat mereka tidak mampu menghancurkan dan mengalahkan umat Islam secara perang fisik," ujar Ustaz Rahmadon dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (12/1).

Dijelaskannya, peperangan demi peperangan terjadi berabad-abad selama kehidupan umat manusia di era kejayaan Islam. Terakhir adalah Perang Salib yang terjadi selama 200 tahun lebih, yang banyak menelan korban dari umat Islam dan juga kaum kafir.

"Dengan kekuatan manhaj dan ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah SAW, usaha yang dilakukan oleh orang-orang kafir tidak berhasil secara maksimal dalam menghancurkan Islam. Karena orang Islam diajarkan tidak takut mati dalam membela agamanya,‎" ungka wakil ketua Iskada Aceh itu.

Akhirnya, orang-orang kafir mengakhiri perang dengan mempergunakan senjata, lalu dimulailah perang dengan menggunakan akal dan pikiran.

Ghazwul fikri atau invasi intelektual pertama kali diterapkan oleh Napoleon Bonaparte (Perancis) saat menaklukkan Mesir sebagai awal sejarah dimulainya perang yang menyerang pikiran umat Islam ini.

"Bentuk invasi ini dia menyerang peradaban, falsafah, aqidah dan pemahaman dan pengamalan agama yang benar dari umat.‎ Umat Islam dibuat menjadi kalah dengan tanpa harus mati secara fisik, tapi akal dan pikirannya yang dilumpuhkan dari kebenaran manhaj dan ajaran Islam yang mendasar," sebut doktor filsafat lulusan Universitas Sennar, Sudan ini.

Ditambahkannya, sendi-sendi kehidupan umat Islam di berbagai belahan dunia dimatikan dengan dilakukan beberapa langkah. Pertama, Pendangkalan pemahaman ajaran agama, yaitu membuat umat ragu-ragu terhadap agamanya ‎(Tasykik‎). Kedua, pengaburan fakta kebenaran yang disampaikan oleh ajaran Islam (Tasywih).

‎Ketiga, menghilangkan kepribadian dan marwah serta harga diri yang menjadi identitas Islam (Tadzwib).

Terakhir membuat umat menjadi murtad dengan cara mengikuti mereka secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupannya dengan menganut paham yang di luar ajaran Islam dengan usaha westernisasi (Taghrib).

Usaha-usaha tersebut dilakukan secara massif, dipersiapkan secara matang dan terukur, diterapkan secara teratur dan sistematis melalui sarana-sarana yang menjadi kebutuhan umat semisal, pers dan media informasi, pendidikan, hiburan dan olahraga, yayasan dan LSM.

"‎Yang menjadi sasaran ghazwul fikri adalah pola pikir dan akhlak. Apabila seseorang Muslim sering menerima pola pikir sekuler, maka iapun akan berpikir ala sekuler. Bila sesorang sering menerima paham pluralisme agama, liberal, materialis, dan kapitalis atau yang lainnya, maka merekapun akan berpikir dari sudut pandang paham tersebut.

‎Bahaya ghazwul fikri juga akan menyeret seseorang ke dalam jurang kesesatan dan kekafiran tanpa terasa. Ibaratnya seutas rambut yang dimasukkan ke dalam tepung, kemudian ditarik dari tepung tersebut. Tak akan ada sedikitpun tepung yang menempel pada rambut. Rambut itu keluar dari adonan dengan halus sekali tanpa terasa. Demikianlah, seseorang hanya tahu bahwa ternyata dirinya sudah berada dalam kesesatan, tanpa terasa.

"Yang diserang adalah orang yang kuat pemikirannya. Seperti mengirim orang-orang Islam yang cerdas untuk belajar Islam atau Islamic Studies di negara barat. Bagaimana kita belajar Islam sama orang kafir. Baru-baru ini ada kawan saya dosen baru pulang belajar Islam di Amerika, lalu karena dia merasa sudah dicuci otaknya, dia minta masuk pesantren lagi untuk kembali belajar Islam dengan benar," ungkapnya.

Lalu bagaimana sikap yang harus dilakukan umat menghadapi invasi ini? Ustaz Rahmadon menyebutkan, umat Islam harus benar-benar dibuat dalam keadaan sadar dan menyadari invasi ini sedang mengincarnya, dan peduli serta mawas diri bahwa ada musuh yang paling nyata sedang melakukan penjajahan diam-diam terhadap umat Islam.

"Kembali mengkaji kebenaran ajaran Islam yang telah diatur dalam manhaj yang murni dan beramal dengannya. Membina kepribadian dan karakter yang luhur secara estafet terhadap generasi-generasi Islam, ukhuwah islamiyah dan persatuan umat," katanya.

Selanjutnya, berdakwah dan menyampaikan ajaran Islam semaksimal mungkin terhadap umat di berbagai kesempatan dan tempat. Lalu, meningkatkan kesabaran ke level paling tinggi, bersiap-siap untuk melawan dengan segenap kemampuan, yang dilandaskan ketakwaan kepada Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement