Senin 20 Nov 2017 09:04 WIB

KBRI Vatikan Gelar Dialog Islam dan Katolik

Rep: Hartifiany Praisra/ Red: Esthi Maharani
KBRI Vatikan menyelenggarakan dialog Islam-Katholik sebagai usaha menjembatani perbedaan sekaligus membangun kerukunan antar agama di Aula Basilica del Buonconsiglio, Napoli, Italia.
Foto: dok. KBRI Vatikan
KBRI Vatikan menyelenggarakan dialog Islam-Katholik sebagai usaha menjembatani perbedaan sekaligus membangun kerukunan antar agama di Aula Basilica del Buonconsiglio, Napoli, Italia.

REPUBLIKA.CO.ID, KBRI Vatikan menyelenggarakan dialog Islam Katolik sebagai usaha menjembatani perbedaan sekaligus membangun kerukunan antar agama. Dialog tersebut bertempat di Aula Basilica del Buonconsiglio, Napoli, Italia pada Sabtu (18/11).

Tema dialog "Memperkuat Kerukunan Umat Muslim dan Katolik di Indonesia" ini dibuka secara resmi oleh Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan, Antonius Agus Sriyono dan dihadiri Uskup Napoli, Kardinal Crescenzio Sepe. Adapun pembicara dalam dialog ini diantaranya adalah Valeria Martano, Direktur Komunitas Sant Egidio dan Zaenal Muttaqin, Dosen Institut Agama Islam Negeri Surakarta. Sebanyak 100 peserta yang umumnya biarawan dan biarawati Katolik hadir pada acara dialog tersebut.

Dubes RI untuk Takhta Suci Vatikan, Antonius Agus Sriyono dalam pembukaan acara menekankan pentingnya dialog Islam Katolik. Karena dalam acara ini diharapkan tumbuh rasa saling pengertian dan saling menghormati antar pemeluk agama, sehingga harmoni dan kerukunan beragama dapat terwujud di Indonesia.

Kardinal Sepe menyatakan harapan agar dialog ini terus berlanjut. Selain adanya dialog, dia menginginkan adanya berbagai kegiatan sosial yang dilaksanakan dengan melibatkan kelompok masyarakat luas yang berasal dari latar belakang agama yang berbeda. Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia telah menjadi contoh bagi negara lain dalam mengelola keberagaman.

Dosen IAIN Surakarta, Zaenal Muttaqin menitikberatkan pada bagaimana Islam memandang pluralisme di Indonesia. "Dalam Alquran disebutkan bahwa Tuhan menciptakan manusia sudan berbeda-beda dan Islam tidak memberikan larangan untuk berbuat baik kepada sesama," kata Mutaqqin.

Ia mengatakan ada tiga metode untuk meninkatkan toleransi antar umat beragama. Diantaranya adalah dialog teologis yang terkait dengan saling belajar bagaimana keyakinan orang lain terhadap agamanya, bukan dari perspektif agama sendiri melainkan bagaimana pemeluk agama lain meyakini agamanya. Kedua adalah dialog sosiologis, yaitu bagaimana pergaulan di masyarakat dapat dimanfaatkan untuk membina kerukunan dengan melibatkan warga lintas agama. Ketiga adalah kerja sama lintas agama dalam bentuk kolaborasi di lapangan untuk mencari solusi persoalan kemanusiaan seperti pendidikan kemiskinan, ketimpangan sosial dan ekonomi, kekerasan dan sebagainya.

Sementara itu Valeria Martano menekankan bahwa Indonesia adalah sebuah contoh besar sebagai negara dimana rakyatnya dapat hidup berdampingan dengan perbedaan yang ada, terutama perbedaan agama.

"Negara Eropa tidak memiliki banyak perbedaan seperti di Indonesia. Bahkan kita sering merasa takut dengan adanya banyak perbedaan. Untuk itu tantangan utama adalah dialog. Paus mengatakan bahwa dialog akan membantu orang untuk saling mengenal. Dialog juga merupakan tanda cinta kasih. Gereja Katolik di Indonesia juga banyak terlibat dalam mengadakan berbagai dialog untuk dapat membuka diri, memberikan kesaksian tentang cinta kasih, tidak hanya kepada sesama pemeluk Kristiani, tetapi semua yang membutuhkan dengan segala perbedaannya," kata Martano.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement