Kamis 26 Oct 2017 19:03 WIB

Ini Harapan Kepala Bappenas Soal Zakat

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro memberikan kuliah umum kepada mahasiswa di Auditorium Gedung Dekanat FEB UI, Depok, Jabar, Kamis (26/10).
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro memberikan kuliah umum kepada mahasiswa di Auditorium Gedung Dekanat FEB UI, Depok, Jabar, Kamis (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Dengan fungsinya yang strategis, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) punya harapan atas zakat, baik di sisi penghimpunan maupun pendayagunaan.

Dalam kuliah umum tentang peran ekonomi Islam dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan berkelanjutan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang P. S Brodjonegoro mengatakan, pajak bersifat memaksa dan negara tidak bisa jalan tanpa itu. Kalau zakat diintegrasikan dengan pajak, maka pemaksaan pajak bisa berimplikasi pemaksaan zakat.

Selain kesadaran kewajiban, lanjut Bambang, zakat juga soal kemudahan. Sistem pajak sudah mapan, sementara zakat masih muda.

Di Bappenas, sedang dibuat sistem dimana gaji pegawai yang melalui bank syariah bisa langsung dipotong zakat. Itu memungkinkan karena aturannya sudah mendukug. ''Saya ingin setelah dipotong zakat, datanya masuk ke Ditjen Pajak. Jadi nanti pembayaran zakat dan pajak langsung dilakukan sesuai besar pendapatan,'' kata Bambang, Kamis (26/10).

Kalau lembaga zakat harus seperti Ditjen Pajak dulu, akan lama. Langkahnya bisa dimulai dari yang kecil dulu.

Di sisi pendayagunaan, pemerintah memiliki data kemiskinan terpadu. Ada 40 persen kelompok warga miskin terendah. Dana pemerintah tetap masuk membantu mereka. Bila ditambah bantuan dana sosial keagamaan yang menyentuh mereka secara selektif sesuai asnaf, Bambang berharap, kemiskinan bisa lebih cepat diatasi.

''Intervensi pemerintah bisa dikuatkan dari dana sosial keagamaan sehingga kelompok 40 persen warga miskin terendah itu bisa lebih cepat lepas dari kemiskinan,'' ucap Bambang.

Bambang mengapresiasi munculnya ide sekolah amil dan nazhir dari mahasiswa yang hadir di forum itu. Sebab, salah satu kendala pengelolaan dana sosial keagamaan adalah SDM.

''Ini ide bagus. Saya lihat arahanya ke vokasi. Nanti melalui KNKS coba kami gulirkan,'' kata Bambang.

Paling tidak, perguruan tinggi yang bisa jadi percontohan. Sejauh ini, Bambang menilai, yang memungkinkan adalah STAN atau pendidikan vokasi di universitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement