Selasa 29 Aug 2017 21:20 WIB

Indonesia, Bangunlah Masjid Besar di Korea

Rep: Harun Husein/ Red: Irwan Kelana
Peserta Korea Muslim  Educational Trip (Komet) mengunjungi Masjid Itaewon dan melaksanakan shalat Jumat di sana, Jumat (25/8).
Foto: Harun Husein/Republika
Peserta Korea Muslim Educational Trip (Komet) mengunjungi Masjid Itaewon dan melaksanakan shalat Jumat di sana, Jumat (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL – Presiden Federasi Muslim Korea (FMK), Choi Youngkil, mengatakan jumlah masjid di Korea Selatan (Korsel) masih sangat minim. Karena itu, dia meminta Indonesia membangun masjid di Negeri Ginseng itu.

“Pemerintah Indonesia, mohon bangun masjid besar di Korea,” pinta Choi Youngkil, saat bertemu dengan delegasi Korea Muslim Educational Trip (Komet) yang digelar Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF), di Masjid Itaewon, Seoul, Jumat (25/8) pekan lalu.

Menurut data FMK, jumlah masjid di seantero Korsel hanya tujuh. Sementara, mushala berjumlah sekitar seratus. “Kita masih membutuhkan banyak masjid dan mushala di Korsel, karena jumlah Muslim terus bertambah,” kata Choi Youngkil.

Guru besar Universitas Myongji, Korsel, itu, mengungkapkan jumlah Muslim di sana sekitar 160 ribu jiwa, atau 0,33 persen dari total 49 juta penduduk Korsel. Dari 160 ribu Muslim itu, sebanyak 35 ribu di antaranya adalah warga negara Korsel, dan sekitar 120 ribu lainnya adalah pendatang yang mengadu nasib di Korsel. “Jumlah Muslim asing paling banyak berasal dari Indonesia, sekitar 40 ribu jiwa,” katanya.

Choi Youngkil mengatakan, jika setiap penduduk Indonesia menyumbangkan satu dolar saja, niscaya masjid besar itu akan terealisasi. “Di sini kami tidak mendapatkan donasi dari pemerintah. Karena itu, kami minta tolong kepada Muslim Indonesia,” ujarnya.

Masjid Itaewon yang kini menjadi sekretariat FMK, merupakan masjid terbesar di Korsel. Dalam berbagai publikasi, masjid ini ditulis sebagai Seoul Central Mosque, atau Seoul Islamic Center. Masjid yang terletak di kawasan Hannam-dong, Distrik Yongsan, Seoul, ini, juga merupakan masjid pertama yang dibangun di Korsel.

Masjid Itaewon menempati tanah seluas lima ribu meter persegi. Tanah tersebut merupakan pemberian Pemerintah Korsel. Adapun pembangunannya, dimulai pada 1974, didanai oleh pemerintah sejumlah negara Muslim. Masjid ini mulai dibuka untuk umum pada Mei 1976.

Bangunan masjid ini terdiri atas tiga lantai. Lantai pertama untuk kantor FMK dan ruang pertemuan, lantai dua untuk tempat shalat bagi pria -- yang luasnya sekitar 427 meter persegi --, dan lantai tiga tempat shalat untuk perempuan.

Kawasan Itaewon, saat ini tak ubahnya sebuah “Muslim Town.” Di sana tinggal Muslim dari berbagai ras dan bangsa. Restoran-restoran halal di sekitar kompleks Masjid Itaewon, menggambarkan keragaman itu. Di sana ada restoran-restoran menyediakan menu Korea, Turki, Lebanon, India, dan lain-lain.

Minister Counsellor KBRI Korsel, Aji Surya, mengatakan Korsel merupakan negara yang aman untuk Muslim. “Negara ini tidak pernah ada masalah dengan agama. Di sini, bahkan bisa digelar pengajian yang dihadiri sampai tujuh ribu orang. Syaratnya satu, jangan mengganggu,” katanya, Jumat pekan lalu.

 Para pendatang dari Indonesia, kata Aji Surya, banyak mendirikan tempat ibadah di Korsel. “Jumlah masjid dan mushala yang didirikan orang Indonesia di Korsel mencapai 50-an, sedangkan gereja yang didirikan orang Indonesia  sekitar 15,” ungkapnya.

Karena tidak mempermasalahkan agama, Aji Surya mengatakan,  Korsel pun menggulirkan pariwisata ramah Muslim. Antara lain dengan memproduksi makanan halal untuk diekspor ke sejumlah negara Muslim, menyediakan restoran-restoran halal, dan membangun tempat-tempat ibadah di lokasi wisata dan tempat shopping. “Mereka membuat Muslim nyaman, sehingga mau  berkunjung ke Korea, dan banyak pemasukan (buat masyarakat Korea)” katanya.

Ketua IITCF, Priyadi Abadi, mengatakan akan menyampaikan aspirasi Muslim Korea untuk mendirikan masjid dan aspirasi FKM – yang meminta bantuan MUI untuk mengurus sertifikasi halal -- kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Insya Allah kami akan coba bicarakan nanti dengan Pak Kiai Ma’ruf Amin (ketua umum MUI),” katanya, usai bertemu dengan Choi Youngkil.

Komet digelar 21-26 Agustus 2017. Educational trip itu diikuti sekitar 30 peserta. Mereka terdiri dari pemilik travel Muslim, tour leader dan tour planner.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement