Rabu 28 Jun 2017 17:46 WIB

Berdoa Diberikan Sikap Adil

Ilustrasi Berdoa di puncak bukit Uhud
Foto: Antara/Zarqoni
Ilustrasi Berdoa di puncak bukit Uhud

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sikap Adil memang jarang dimiliki oleh pemimpin pada masa sekarang. Tetapi apa yang dicontohkan oleh Nabi Sulaiman itu, setidaknya bisa menjadi teladan. Dalam kisah Israilliyat, suatu malam, Sulaiman pun bermimpi bertemu dengan Tuhan yang berkata, ‘’Mintalah apa pun yang kau harapkan dari-Ku dan Aku akan memberikannya untukmu.’’ Bagi kebanyakan orang mungkin akan meminta kesehatan dan umur panjang, atau kekayaan dan kekuasaan. Namun, Sulaiman tak mengharapkan semua itu.

‘’Saya masih sangat muda, Tuhan. Saya ti– dak tahu bagaimana cara menjadi raja yang baik sebagaimana Ayah saya Daud. Saya hanya meminta satu hal, mohon beri saya sebuah hati yang dipenuhi kebijaksanaan. Tolonglah saya untuk dapat melihat mana yang benar dan salah, membedakan antara yang baik dan buruk,’’ pinta Sulaiman. Kebijaksanaan diberikan kepada Sulai– man. Bahkan, tak akan ada raja yang akan sebijak dan seagung Sulaiman. Tak hanya itu, Sulaiman juga dianugerahi umur panjang, kekayaan, dan kekuasaan.

Syahdan, pada suatu ketika, ia dihadapkan dengan peristiwa yang menuntut keadilan dan kebijaksanaannya. Keadilan Sulaiman itu, seperti terungkap oleh Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, dalam tafsirnya yang berjudul “Tafsir al-Lathif al-Manan fi Khulashah Tafsir Alquran”.

As-Sa’di menjelaskan surah al-Anbiya’ ayat ke-79 turun untuk mengabadikan kebijaksanaan Nabi Sulaiman. ‘’Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka (Daud dan Sulaiman) telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gununggunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya.’’

Suatu hari dua orang ibu pergi ke padang rumput masing-masing membawa bayi mereka. Kedua bayi diletakkan di sebuah batu besar, sedang– kan para ibu mengurus ladang mereka. Seorang ibu yang lebih muda telah memiliki firasat aneh akan keselamatan sang bayi jika ditinggal begitu saja. Nyata, seekor serigala tiba-tiba muncul dan menerkam salah satu bayi. Kedua ibu pun bersedih dan saling berebut bayi yang selamat.

Salah satu ibu yang lebih muda merasa bayi yang selamat adalah anaknya. Namun, seorang ibu yang usianya lebih tua pun merasa bayinyalah yang selamat. Keduanya bertengkar dan berselisih. Hingga mereka pun bermaksud membawa permasalahan bayi tersebut ke hadapan raja agar dapat diadili dan dikuak kebenarannya. Saat itu Kerajaan Bani Israil dipimpin oleh Nabi Daud. Dua ibu tersebut pun menghadapnya dan menceritakan kisah bayi mereka. Di hadapan raja, keduanya pun saling mengklaim sang bayi selamat.

Nabi Daud pun mencoba memberi pengertian kepada para ibu agar salah satu dari mereka mengalah dan berkata jujur. Namun, keduanya bersikeras mendapat bayi tersebut. ‘’Itu adalah bayiku, seorang ibu selalu tahu dan mengenal bayinya,’’ ujar perempuan muda. ‘’Tidak! Ini bayiku. Bayimu telah tewas dimakan serigala,’’ ujar seorang ibu tua yang mendekap erat sang bayi dan air matanya pun meluap.

Nabi Daud pun kesulitan menangani dua ibu yang keras kepala tersebut. Sementara tak ada yang mengetahui bayi siapa gerangan yang selamat. Sang wanita tua pun menceritakan kisah dengan sangat perinci dengan air mata berderai. Merasa iba, hampir saja Nabi Daud memutuskan sang ibu tualah yang berhak atas bayi tersebut. Nabi Daud pun berharap Allah akan memberikan anugerah anak kembali kepada sang ibu muda yang masih mampu dan berkesempatan mengandung janin dari rahimnya.

Kemudian, putra mahkota yang selalu mendampingi raja, Nabi Sulaiman (Solomon), pun mencoba membantu sang ayah dalam mengadili perkara tersebut. Betapa kagetnya hadirin persidangan termasuk dua ibu tersebut ketika Sulaiman justru meminta sebilah pedang. ‘’Ambilkan aku pedang untuk membelah dua bayi ini untuk kalian berdua,’’ ujar Sulaiman.

Ia pun meletakkan sang bayi di atas meja, dan bersiap dengan gaya pedang yang akan membelah sang bayi menjadi dua belah sama rata. Seluruh hadirin tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang pria waras keturunan raja dapat membunuh sang bayi. Sontak sang ibu muda berteriak, ‘’Tidak, jangan, tolong jangan lakukan itu. Kau akan membunuhnya. Oh rajaku, berikan saja bayi itu padanya,’’ teriak sang ibu dengan deraian air mata.

Akting Nabi Sulaiman pun berakhir. Tentu saja ia tak akan membelah sang bayi yang berarti akan membunuhnya. Ia pun memberikan sang bayi kepada sang ibu muda yang lebih rela memberikan sang bayi kepada ibu lain asalkan anaknya dapat hidup. Naluri seorang ibu, yang diuji Sulaiman kepada dua ibu berperkara tersebut. Hasilnya sang ibu tua hanya berdiam diri dan setuju untuk membelah bayi.

Mendapati keputusan Nabi Sulaiman, sang ibu muda tersenyum gembira dan ridha. Para hadirin yang terdiri atas pengawal istana pun ikut girang dengan cara calon raja mereka dalam memutuskan perkara. Sedangkan ibu tua yang iri dan dengki dijatuhi hukuman karena telah berdusta dan mengaku bayi orang lain.

Melihat kebijaksanaan putranya, Nabi Daud pun bangga. Ia merasa puas dengan keputusan yang diambil sang pewaris takhtanya. ‘’Sulaiman, kau benar-benar hebat,’’ puji sang ayah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement