Selasa 06 Jun 2017 19:05 WIB

Ampuhkah Fatwa Bermualah Medsos MUI Redam Konten Negatif?

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Ilustrasi Media Sosial
Foto: pixabay
Ilustrasi Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengeluarkan fatwa bermuamalah di media sosial (medsos). Banyak pihak berharap fatwa ini bisa meredam konten negatif termasuk hoax, fitnah dan ujaran kebencian di dunia maya. 

Founder Lembaga Literasi Media Sosial (Literos) Nukman Luthfie menilai keterlibatan tokoh agama sangat penting dalam menyosialisasikan fatwa ini agar efektif. Sosialisasi fatwa ini menurutnya harus disampaikan para ulama dan ustaz-ustaz serta ormas Islam kepada umat dan warganya, dan dibarengi dengan contoh. 

Karena fatwa bukanlah hukum positif, maka agar mengikat bagi umat, fatwa ini menjadi isu bersama para ulama, ustaz-ustaz dan pimpinan ormas Islam. Cara ini akan menjadi edukasi. sebab menurutnya, para pemimpin agama juga terkadang ikut serta menyebarkan berita hoax.

"Dengan sosialisasi dan edukasi ini, mereka akan menjadi contoh bagi umat Islam. Jadi tidak buru-buru jadi sumber peraturan terlebih dahulu deh," ujarnya ketika dihubungi, Selasa (6/6)

Selama ini berbagai pihak telah bekerja keras menghentikan hoax dan ujaran kebencian di medsos. Semua pendekatan sudah dilakukan, mulai teknis, akademis dan hukum.

Tapi nyatanya tetap tidak bisa membendung konten negatif tersebut. Hadirnya MUI dengan fatwanya ini dinilai menambah kekuatan baru membendung konten negatif di medsos. Menurut Nukman agar fatwa ini efektif, poin pentingnnya adalah sosialisasi dan memberi contoh.

Para tokoh bangsa, para ulama dan ustaz-ustaz bisa menyontohkan bagaimana menjalankan fatwa ini. Sekaligus menegaskan pentingnya fatwa ini dijalankan bersama seluruh komponen bangsa. Lantas keluarnya fatwa ini di bulan Ramadhan efektif meredam konten negatif. 

Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin optimistis Ramadhan menjadi waktu yang pas keluarnya fatwa pedoman bermuamalah di media sosial. Di bulan Ramadhan, menurutnya umat Islam akan menjaga perilakunya dan segala perbuatannya dari fitnah, ghibah dan ujaran kebencian.

MUI menyadari tidak mungkin melarang selamanya penggunaan medsos bagi umat Islam. Maka pencegahan dari kerusakan dan perpecahan harus diambil melalui penetapan fatwa. "Di situ ada manfaat, tapi juga banyak dosanya," kata Kiai Ma'ruf saat peluncuran fatwa bermedia sosial, Senin (5/6) kemarin.

Dalam fatwa MUI bermedia sosial tersebut, setidaknya ada lima poin yang diharamkan saat seorang Muslim bermedia sosial. Pertama Diharamkan melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan. Kedua diharamkan bullying (perundungan), ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan. 

Ketiga, diharamkan menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik. Keempat diharamkan menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar'i dan Kelima diharamkan menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

Kiai Ma'ruf menegaskan agar fatwa ini bisa diterapkan secara kuat di masyarakat, perlu ada kerjasama dan koordinasi dengan pemerintah dan aparat penegak hukum. "Kami sudah berkomunikasikan dan perlunya fatwa terkait ini, tapi fatwa ini perlu aturan untuk penegakkan hukum," ujar Ketua MUI yang juga menjabat Rais Aam PBNU ini.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement