Senin 24 Apr 2017 07:31 WIB

Menjaga Lisan

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Dilarang Berbohong (Ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Dilarang Berbohong (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai umat yang gemar mencontoh akhlak Rasulullah SAW, kita bisa mengambil hikmah dari kejadian yang dipicu oleh tajamnya lisan. Pertama, soal konten makian yang bernada rasial. Apa yang diucapkan bertentangan dengan ajaran Islam.

Agama ini tidak pernah menempatkan ras satu di atas ras yang lain. Fisik bukan merupakan satu indikator yang menjadi tolok ukur seseorang mulia atau tidak. Arab, Cina, atau Eropa tak menjadi jaminan seseorang akan sampai di surga.

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS al-Hujuraat: 13).

Rasulullah pun memperjelas makna ayat tersebut. "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu dan bapak kalian juga satu (yaitu Adam). Ketahuilah, tidak ada kemuliaan orang Arab atas orang Ajam (non-Arab) dan tidak pula orang Ajam atas orang Arab. Begitu pula orang berkulit merah (tidaklah lebih mulia) atas yang berkulit hitam dan tidak pula yang berkulit hitam atas orang yang berkulit merah, kecuali dengan takwa." (HR Ahmad dan al-Bazzar)

Kisah Abu Dzar al-Ghifari saat ditegur Rasulullah SAW menjadi bukti penguat betapa Islam merupakan agama yang antirasialis. Syahdan, Abu Dzar bertengkar dengan sahabat lainnya, Amar bin Yasir, Amar adalah orang yang berkulit hitam karena ada garis keturunan dari ibunya yang berkulit hitam. Ketika bertengkar, Abu Dzar yang terkenal jujur dalam lisan berkata kepada Amar, "Hai, anak perempuan berkulit hitam!" Rasulullah SAW mendengar hal itu.

Ia menegur Abu Dzar, "Celakalah kamu, Abu Dzar! Tidak ada kelebihan orang berkulit putih di atas orang berkulit hitam; (tidak ada kelebihan) orang Arab di atas orang 'Ajam." Mendengar ucapan Rasulullah SAW tersebut, Abu Dzar langsung merebahkan tubuhnya. Ia meletakkan pipinya di atas tanah lalu memerintahkan Amar untuk menginjak kepalanya sebagai tebusan ucapannya tadi. Rasulullah kerap mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga lisan.

Tak hanya kepada para sahabat, tetapi juga kepada lawan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Setiap ucapan bani Adam membahayakan dirinya, kecuali kata-kata berupa amar makruf dan nahi mungkar, serta berzikir kepada Allah Azza wa Jalla.'' (HR Turmuzi). Akhlak Rasulullah patut menjadi rujukan kita dalam menanggapi isu-isu belakangan.

Pada satu waktu, Nabi yang sedang berjalan dengan Anas bin Malik dicegat seorang badui. Badui itu hendak merampok Rasulullah dengan menggunakan selendang. Sambil menarik leher Nabi dengan selendang, badui itu meminta sebagian harta Nabi. Rasulullah pun tak membalas perlakuan itu. Nabi lantas memberi sedikit harta kepada orang badui tersebut.

Meski dengan kelembutan lisan, Rasulullah tegas dalam memegang teguh akidah. Apa yang diucapkan Rasulullah kepada Abu Thalib menjadi sebuah ucapan sarat makna yang patut kita renungkan. "Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu; di tanganku, atau aku binasa karenanya." Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement