Rabu 29 Mar 2017 14:04 WIB

Meletakkan Iman di Atas Segalanya

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Keimanan/Ilustrasi
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Keimanan/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hubungan antara ibu dan anak tak bisa terpisahkan. Kondisi inilah yang membuat salah seorang sahabat Rasulullah SAW, Saa'd bin Abi Waqqash, pernah mengalami dilema terbesar dalam hidupnya. Sosok yang dikenal sebagai sahabat pertama masuk Islam pada periode dakwah Makkah itu harus memilih antara keyakinan terhadap agama Allah SWT atau mempertahankan ibundanya.

Sa'ad sendiri merupakan orang yang sangat berbakti pada orang tuanya. Ia sangat disayangi oleh kedua orang tuanya, terutama ibunya. Berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya, ia selalu merasa salah dengan cara hidup sukunya, yaitu menyembah berhala.

 

Ia dikenal sebagai prajurit yang tangguh karena keahlian memanahnya sangat diandalkan dalam peperangan. Selain tangguh secara fisik, ia juga tangguh dalam mempertahankan imannya. Mentalnya untuk selalu percaya pada Allah SWT tak ada yang bisa mengalahkannya, meski ia harus membuktikannya pada ibunya sendiri.   

Kemudian, saat ia dikenalkan dengan Islam oleh Abu Bakar ash-Sidiq, ia merasa mendapatkan sebuah oase di tengah gurun. Islam inilah yang menyejukkan jiwanya dan ia yakin karena inilah yang masuk akal baginya.

Ia kemudian mendengarkan langsung ajaran-ajaran Islam dari mulut Rasulullah SAW. Setiap selesai mendengarkan ajaran penyejuk jiwa tersebut, ia merasa semakin yakin pada pilihannya. Namun, sayang, pilihan terbesar dalam hidupnya ini ditentang oleh keluarganya.

Orang yang paling menentang keislamannya justru adalah ibu kandungnya sendiri. Mendengar anaknya masuk Islam, ia marah besar. Segala upaya dilakukannya agar Sa'ad mau kembali pada ajaran nenek moyang sukunya dulu, yaitu menyembah berhala. “Kembalilah pada ajaran nenek moyangmu atau kau akan kehilangan ibumu ini,” ancam sang ibu.

Melihat hal ini, Sa'ad sangat sedih hatinya. Ia sangat sayang pada ibunya, ibu yang telah mengandungnya selama sembilan bulan, melahirkannya, dan membesarkannya dengan didikan sebaik-baiknya.

Namun, ia telah mantap memeluk Islam. Baginya, iman yang sudah diyakininya ini akan dipertahankannya meski nyawa taruhannya. Iman yang telah tertancap dalam lubuk sanubarinya tersebut merupakan harta paling berharga dan tak akan mau ia menukarkannya dengan apa pun.

Sa'ad berharap ibunya dapat mengerti tekadnya yang telah bulat pada Islam itu. Bahkan, ia juga ingin ibunya percaya pada Allah SWT. Namun, ternyata harapannya tersebut jauh dari kenyataan. Ibunya justru melakukan hal-hal yang membuat Sa'ad semakin bersedih karena terus memaksanya agar kembali menyembah berhala.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement