Selasa 21 Mar 2017 18:48 WIB

Sebuah Survei Temukan Penganut Agama Mana Lebih Terdiskriminasi di AS

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Warga Muslim dan Kristen berkumpul dalam acara buka puasa bersama di Islamic Center San Gabriel Valley,  Amerika Serikat (Ilustrasi)
Foto: Pasadena Star News
Warga Muslim dan Kristen berkumpul dalam acara buka puasa bersama di Islamic Center San Gabriel Valley, Amerika Serikat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah jajak pendapat menunjukkan warga kulit putih penganut Kristen Evangelikal mengaku lebih terdiskriminasi dibanding Muslim di AS. Di sisi lain, organasi anti-Muslim juga meningkat.

Public Religion Research Institute (PRRI) menggelar studi tersebut dengan melibatkan 2.000 orang dewasa AS dan para peneliti menemukan pandangan beragam terhadap agama. Para peneliti menemukan 57 persen responden kulit putih penganut Kristen Evangelikal menyebut mereka mengalami diskriminasi lebih sering dibanding Muslim. Hanya 44 responden yang menyatakan Muslim mengalami diskriminasi dengan intensitas yang sama, demikian dilansir The Independent, Selasa (21/3).

Sementara itu, 63 persen warga kulit putih penganut protestan menyebut Muslim mengalami diskriminasi lebih intensif. Pun 77 persen responden yang tidak memeluk agana apapun juga sepakat Muslim lebih sering mengalami diskriminasi. Sementara secara rata-rata, 66 persen warga AS yakin Muslim mengalami diskriminasi lebih intensif.

Temuan ini mencerminkan adanya perubahan dimana dimana Muslim menghadapi diskriminasi lebih sering. Temuan ini memutar balik temuan yang pernah ada. Pada jajak pendapat yang dilakukan pada 2013, PRRI menemukan 59 persen warga kulit putih penganut Kristen Evangelikal menilai warga Muslim yang lebih menerima perlakuan diskriminatif di AS.

Dalam survei terbaru PRRI ini, tampak diskriminasi terhadap Muslim di AS meningkat tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Peneliti The Southern Poverty Law Center (SPLC) menyebut, salah satu pemicunya adalah ujaran Donald Trump yang menyebut Islam radikal. Mengutip data Annual Census of Hate Groups and Extremist Organisations, SPLC mencatat, organisasi anti-Muslim di AS meningkat dari 34 organisasi pada 2015 menjadi 101 pada 2016.

Jumlah hate group di AS juga meningkat dalam dua tahun terakhir dari 892 organisasi menjadi 917 organisasi. Organisasi yang dilaporkan melakukan aksi kriminal yang menyasar komunitas Muslim tersebut juga termasuk organisasi yang diduga melakukan pembakaran sebuah masjid di Victoria, Texas. Aksi itu berlangsung beberapa jam setelah Trump mengumumkan larangan masuk bagi warga dari tujuh negara mayoritas Muslim.

Statistik FBI juga menunjukkan, kejahatan karena kebencian terhadap Muslim juga meningkat 67 persen pada 2015. Tahun itu, Trump mulai melakukan kampanye pencalolan Pemilihan Presiden AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement