Senin 06 Feb 2017 10:15 WIB

Menyoal Program Sertifikasi Dai, MUI: Asal tidak Memaksa

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Dakwah
Foto: wordpress.com
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa,adi menanggapi gagasan Menteri Agama tentang perlunya program sertifikasi dai. Menurutnya, program tersebut dapat dipahami asalkan tidak memaksa, bertujuan meningkatkan kualitas dan diselenggarakan ormas Islam.

"MUI dapat memahami gagasan Menteri Agama, sepanjang, pertama, program sertifikasi dai tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kompetensi dai baik dari aspek materi maupun metodologi," kata Zainut kepada Republika.co.id, Senin (6/2).

Kedua, program tersebut bersifat voluntary (sukarela) bukan mandatory (keharusan atau kewajiban). Ketiga, program tersebut diselenggarakan oleh ormas Islam atau masyarakat bukan oleh Pemerintah.

Ia menerangkan, yang pertama, disadari atau tidak kondisi masyarakat Indonesia tengah berubah seiring perkembangan teknologi dan informasi. Hal itu mendorong semua orang harus beradaptasi jika ingin tetap eksis, tidak terkecuali seorang dai. Sebab, mereka juga setiap saat beraktivitas dan bergulat dengan masyarakat.

 

"Jadi keharusan untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kompetensi dalam bidang penguasaan materi dan metodologi dakwah mutlak diperlukan oleh seorang dai agar benar-benar dapat menyampaikan pesan-pesan agama secara baik," ujarnya.

Ia melanjutkan, sehingga pesan para dai sesuai dengan kaidah alimun bizamanihi wa'alimun bimujtamaihi. Paham kondisi faktual masyarakat, dengan bahasa lain tepat konteks dan zaman serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kedua, program sertifikasi dai tersebut juga harus bersifat voluntary bukan mandatory karena melaksanakan tugas dakwah hakekatnya menjadi hak dan kewajiban setiap orang. Dakwah juga menjadi perintah agama.

Ia menjelaskan, jadi kalau sertifikasi bersifat wajib, maka akan sangat sulit dilaksanakan. Disamping itu, dikhawatirkan terkesan ada intervensi atau pembatasan oleh pemerintah. Sehingga akan menjadi kontra produktif bagi program tersebut.

Ketiga, pemerintah sebaiknya hanya bertindak sebagai fasilitator. Sehingga akan mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut bertanggungjawab dalam menyiapkan kader-kader dakwah yang mumpuni, baik dari aspek materi maupun metodologi.

Zainut mengatakan, seorang calon dai setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) akan diberikan sertifikat sesuai dengan jenjang diklatnya oleh ormas penyelenggara. Adapun jenis jenjang materi dan metodologi pendidikan serta pelatihan bisa dirumuskan oleh masing-masing ormas Islam.

"Atau Kemenag menunjuk lembaga yang memiliki kompetensi dibidang itu bekerjasama dengan ormas Islam, sehingga ada standarisasi materi, metodologi dan sesuai dengan kebutuhan programnya," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mewacanakan akan membuat program sertifikasi untuk meningkatkan standarisasi para dai dan khatib. Salah satu tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan kualifikasi para dai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement