Rabu 31 Aug 2016 09:30 WIB

Islam Minoritas, Warisan Kemiskinan, dan Etos Hidup Muslim Indonesia

Warga memanfaatkan air bersih di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara, Senin (9/5).  (Republika/Yasin Habibi)
Foto:
Manusia gerobak (ilustrasi)

Mari kita tepikan perdebatan soal standar kemiskinan. Lantas siapakah mereka yang termasuk 28,51 juta jiwa masyarakat miskin ini?

Umumnya, mereka yang disebut miskin ini berasal dari pedesaan. Jika ditotal dari persentase, wilayah Indonesia Timur menjadi yang tertinggi. Namun persentase ini sebanding dengan populasi Indonesia Timur yang tak terlalu besar.

Sehingga jika dihitung secara nominal, tetaplah orang miskin mayoritas tinggal di Pulau Jawa. Hal itu cukup masuk akal mengingat sekitar 60 persen dari total populasi Indonesia berada di Pulau Jawa.

Selain orang miskin yang mayoritas adalah masyarakat asli Jawa, kita juga bisa mengkaji lebih jauh profil mengenai si miskin ini. Mereka yang miskin umumnya tingkat pendidikannya rendah. Umumnya tamatan SD.

Jika dilihat dari jenis agama, si miskin di Indonesia mayoritas beragama Islam. Namun hal ini lagi-lagi merupakan fakta yang rasional mengingat hampir 90 persen dari populasi Indonesia beragama Islam. Jadi tak menjadi hal yang aneh jika masyarakat muslim Jawa yang hidup di pedesaan mendominasi komposisi si miskin di Indonesia.

Tapi celakanya, banyak orang miskin yang justru sudah menyandang status miskin sebagai warisan. Seperti yang dikatakan Sri Mulyani dalam pidatonya di UI, anak yang terlahir dari keluarga miskin mayoritas mewariskan kemiskinan orang tuanya.

Banyak alasan mengapa kemiskinan menjadi sebuah hal yang turun temurun di negeri ini. Kondisi ini bisa menjadi catatan kritis tersendiri bagi pemerintah. Sebab negara masih belum optimal dalam membuat kebijakan pemerataan. Kebijakan ekonomi pun masih sangat pro pemegang modal.

Ini seperti kebijakan tex amnesty bagi si kaya. Sedangkan subsidi bagi orang miskin semakin dikebiri.

Perbedaan kebijakan pemerintah juga bisa dilihat dari si kaya yang diberi izin reklamasi. Sedangkan si miskin malah terus tertindas oleh kebijakan penggusuran di sana-sini. Segala kondisi yang sistemik ini akhirnya membuat si miskin sulit beranjak dari kemiskinannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement