Senin 28 Dec 2015 19:47 WIB

Ada yang Lebih Bermanfaat Ketimbang Pesta Tahun Baru

Tahun baru
Foto: Antara
Tahun baru

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak, Banten, mengimbau perayaan pergantian tahun 2015 ke tahun 2016 tidak berlebihan dan berhura-hura."Kami minta masyarakat agar pergantian tahun baru itu dengan sederhana dan tidak berlebihan," kata Sekertaris Umum MUI Kabupaten Lebak KH Ahmad Khudori di Lebak, Senin (28/12).

Perayaan tahun baru secara berlebihan dengan cara hura-hura maupun berfoya-foya adalah perbuatan mubadzir.Apabila dilakukan pergantian tahun baru seperti itu, tentu perbuatan tersebut sama dengan temannya syaitan dan Allah Swt tidak menyukai orang-orang melakukan dengan cara berlebihan.

Perbuatan berlebihan itu dengan merayakan pergantian tahun melakukan perbuatan maksiat, diantaranya minum minuman keras, pesta narkoba, pesta seks, membakar petasan, hura-hura dan perbuatan berfoya-foya lainnya.

Ia mengimbau masyarakat tidak berlebihan dalam merayakan tutup tahun 2015 ke 2016, karena siat berlebihan tidak mencerminkan ajaran Islam.Apalagi, kata dia, saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami cuaca iklim buruk, seperti bencana banjir, longsor dan angin kencang.

Selain itu juga bencana alamnya lainya, seperti kecelakaan KM Malina, letusan Gunung Bromo dan lainya."Kami minta warga tidak merayakan pergantian tahun baru berlebihan, karena agama Islam melarang perbuatan itu, terlebih menimbulkan gangguan ketertiban," jelasnya.

Menurut dia, pergantian baru tersebut diharapkan perbuatan korupsi dalam pemerintahan maupun legislatif sudah tidak ada lagi, seperti yang dilakukan kepala menteri, kepala daerah, penegak hukum, politisi, legislatif dan pejabat daerah.

Sebab perbuatan korupsi masuk kategori dosa besar karena menyengsarakan rakyat banyak.Selama ini, kasus korupsi di Tanah Air tidak henti-hentinya dalam pemberitaan media massa, meskipun sudah sekian kali yang ditetapkan tersangka.Perbuatan korupsi itu dosa besar dan disamakan dengan kejahatan membunuh dan konsekuensinya, pelaku pembunuh itu menurut ajaran Islam harus mendapat hukuman mati pula (qisas).

Selain itu juga korupsi merupakan sebuah penyakit sosial di masyarakat yang terjadi karena dorongan nafsu syahwat untuk memiliki kekayaan melimpah dengan cara merampas hak hidup warga.Tindakan perilaku korupsi karena mereka memiliki sikap hidup rakus, tamak, dan serakah.

Khudori menjelaskan, kasus korupsi hingga saat ini sulit diberantas meskipun sudah ada Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Untuk mencegah kasus korupsi pemerintah harus transparan dalam mengawasi keuangan dan berbagai program serta kegiatan proyek pembangunan."Kami setuju hukuman bagi pelaku korupsi hukuman mati," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement