Selasa 18 Aug 2015 17:05 WIB

Tujuh Analisis Profesor Jepang Soal Muktamar NU

Rep: c30/ Red: Agung Sasongko
Peserta menyaksikan kembang api saat pembukaan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, Jawa Timur, Sabtu (1/8). Muktamar NU ke-33 yang mengusung tema Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Peserta menyaksikan kembang api saat pembukaan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, Jawa Timur, Sabtu (1/8). Muktamar NU ke-33 yang mengusung tema Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinamika sidang Mukhtamar Nahdatul Ulama (NU) menjadi perhatian masyarakat. Soal dinamika muktamar NU, Pakar Kajian Islam Internasional, Profesor Mitsuo Nakamura menyampaikan beberapa hasil analisisnya.

“Saya diundang dan menghadiri mukhtamar NU di Jombang. Kenapa terjadi? Saya mencoba menganalisa sosiologis penyebab kekacauan,” ujar Nakamura, di Universitas Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (18/8).

Analisis pertama, NU merupakan organisasi yang memiliki warga yang besar dan terus berkembang di daerah pedesaan maupun perkotaan. Kedua, organisasi NU belum teratur secara modern.

Misalnya, tidak memiliki buku keanggotaan, kartu anggota. Ketiga, sekumpulan masyarakat mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari NU. “Biasanya mereka yang berkumpul dan berpusat di pesantren-pesantren tertentu,” ujar Nakamura

Keempat, adanya faktor internal di tubuh NU. Saat mukhtamar NU, menurutnya, bukan bendera-bendera NU yang banyak terpajang di sepanjang jalan, tapi lebih pada partai dan politisi tertentu baik lokal maupun nasional.

“Ini supaya mereka memperoleh dukungan warga NU, sehingga ketika ada pihak lain yang menentang, ini jadi semacam perang saudara,” ujarnya kemudian

Kelima, turunnya karisma kiai. Berkembangnya ilmu teknologi, dakwa, pembelajaran, maupun ilmu-ilmu agama dan umum dapat diakses dengan mudah melalui Televisi, Internet, dan media sosial. Sehingga menurut pandangan Nakamura ketergantungan masyarakat awam pada kyai secara drastis berkurang.

Keenam, materi mukhtamar yang menurut Nakamura merupakan inovasi, ini sangat disayangkan tidak bisa dibahas lebih mendalam. Karena kurangnya waktu dan energi yang habis terpakai pada sidang pleno dan komisi.

Ketujuh, sungguh disayangkan juga, banyak anak muda NU yang justru di luar ruangan mukhtamar meskipun mereka berada di Jombang.

“Kekacauan ini disebabkan oleh dinamika sosial, maka standar pendidikan harus ditingkatkan lagi dan pemuda-pemuda NU harus lebih kritikal,” tegas Nakamura.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement