Kamis 18 Jun 2015 17:20 WIB

Rais Syuriah PBNU: Mau Janji, Lihat Kemampuan

Rep: c71/ Red: Agung Sasongko
Sebuah kampanye politik di tempat pengungsian Sinabung (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sebuah kampanye politik di tempat pengungsian Sinabung (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Ishomuddin mengimbau pemimpin agar berjanji sesuai dengan kemampuan. Hal ini berkaitan dengan hasil Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia kelima di Tegal, Jawa Tengah yang melahirkan fatwa haram ingkar janji kampanye.

"Kalau mau berjanji hendaknya yang berkaitan dengan program yang diduga kuat mampu ditepati," ujar Ahmad ketika dihubungi //Republika//, Kamis (18/6).

Meski begitu, kata Ahmad, terdapat kondisi pemimpin tidak wajib menepati janjinya. Misalnya, sang pemimpin ternyata tidak bisa memenuhi janji karena wilayah kerjanya mengalami pemekaran. Daerah yang sebelumnya dijanjikan oleh Bupati tersebut kini bukan bagian kewenangannya. "Untuk kondisi ini tidak wajib ditepati," katanya.

Bahkan, kata Ahmad, janji kampanye justru ada yang wajib untuk diingkari. Ahmad menjelaskan, janji kampanye tersebut ialah janji yang ketika dipraktikkan justru melanggar ketentuan negara dan agama. Contohnya, katanya, yaitu janji akan membagi-bagikan uang ketika sudah berkuasa dan ternyata berasal dari hasil korupsi. "Maka tidak boleh ditepati janji seperti itu," ujar Ahmad.

Ahmad mengingatkan masyarakat, sesuai ajaran Islam, wajib untuk menaati pemimpin. "Jika pemimpin tidak bisa menepati janji maka masyarakat perlu mengingatkan dengan cara yang paling baik," ujarnya.

Menurut Ahmad, perlawanan secara fisik, pemberontakan dilarang oleh Islam. "Meskipun dia (pemimpin) tidak menepati janji para ulama dengan mekanisme yang sah harus mengingatkan pemimpin untuk menepati janjinya," kata Ahmad. n C71

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement