Jumat 29 May 2015 07:19 WIB

Prancis Perpanjang Larangan Hijab, Muslimah Mengeluh

Rep: C30/ Red: Ilham
Muslim Prancis saat berunjuk rasa menentang larangan jilbab.
Foto: Reuters
Muslim Prancis saat berunjuk rasa menentang larangan jilbab.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sudah lebih dari satu dekade lamanya umat Muslim mengalami diskiminasi atas larangan menggunakan hijab di luar rumah. Larangan tersebut berlaku sejak tahun 2004 oleh pemerintah Prancis. Saat ini, Prancis akan perpanjang aturan larangan mengenakan hijab tersebut.

“Apa ada yang salah degan kita mah?” ujar seorang anak muslim pada ibunya saat menunjungi sebuah tempat bermain dan mereka tidak diperbolehkan masuk karena hijab yang mereka kenakan, dikutip Newyork Times dalam dilansiran Onislam.net, Jumat (29/5).

Ibu dari anak usia 9 tahun itu, Malek Layoini tidak dapat menjawab pertanyaan anaknya. Ia merasa malu, bagaiman para petugas itu menghalangi jalan mereka saat hendak masuk taman main. Mereka juga terusir dari sana di depan mata para pengunjung taman bermain di pantai Paris itu.

Parahnya, larangan berjilban ini telah diikuti oleh negara-negara tetangga Prancis. Pada tahun 2011, Prancis juga melarang Muslim menggunakan cadar di tempat umum, seperti yang dialami oleh ibu anak itu di taman bermain.

Sekarang Prancis makin menggila, para politisi yang menyerukan supaya larangan terhadap pakaian wajib umat muslim wanita itu diperpanjang. Larangan berlaku pada saat bekerja, saat berada di lembaga pendidikan, bahkan saat berada di depan masyarakat umum.

Debat tentang jilbab ini muncul kembali sejak serangan di Paris yang menewaskan 17 orang dan dua dari mereka adalah muslim. Larangan berjilbab ini ternyata semakin membuat keruh hubungan warga muslim dan non-muslim di Paris. Ditambah lagi sejak serangan dari Charlie Hebdo Januari, lalu.

National Observation Againts Islamaphobia memperingatkan sejak April lalu, menurutnya belum pernah terjadi di Prancis selama tiga bulan pertama di awal tahun 2015 ini, serangan islamaphobia meningkat enam kali lipat dibandingkan tahun 2014 lalu.

The National Observation Againts Islamaphobia mengatakan, terhitung sejak serangan Charlie Hebdo 7-9 Januari lalu, lebih dari 100 insiden dilaporkan pada kepolisian. Di sisi lain, Observatorium juga mencatat lebih dari 222 tindakan anti muslim terjadi di sana. Target utama islamaphobia merupakan muslim perempuan, karena mereka lebih mudah dikenali sebagai muslim dari pakaian yang digunakan.

“Paranya, hal seperti ini terjadi disiang bolong dan bagaimana ketidak pedulian warga sekitar pada muslim di sana,” ujar Abdullah Zekri, Pemimpin The National Observation Againts Islamaphobia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement