Ahad 17 May 2015 11:44 WIB

Kemenag Sosialisasikan UU JPH

Rep: c83/ Red: Agung Sasongko
Logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) terpampang dipintu masuk salah satu restoran cepat saji di Jakarta, Senin (13/4). (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) terpampang dipintu masuk salah satu restoran cepat saji di Jakarta, Senin (13/4). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian agama (Kemenag) mengadakan sosialisasi undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH) nomor 33 tahun 2014 kepada chef rumah makan, asosiasi pengusaha makanan dan minuman serta beberapa pelaku usaha kecil dan mikro di JCC Senayan sabtu kemarin.

Direktur urusan agama Islam dan pembinaan syariah Kemenag, Muchtar Ali mengatakan sosialiasi ini juga dimaksudkan untuk menyerap aspirasi dari berbagai kalangan tentang penyusunan rancangan peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari UU JPH.

"Kita sedang membuat draft RPP (rancangan peraturan pemerintah) makanya kita ajak mereka juga. Karena mereka yang akan menggunakan," ujar Muchtar Ali kepada ROL, Ahad (17/5).

Ia menjelaskan, ada dua hal pokok yang akan diatur dalam RPP tersebut. Yakni tentang pelaksanaan UU JPH dan penyusunan tarif ideal untuk melakukan sertifikat halal. Penyusunan tarif ini untuk mengakomodir pelaku usaha kecil dan mikro.

Ia melanjutkan, Gabungan pengusaha makanan dan minuman seluruh Indonesia (Gapmmi)  mengusulkan agar pembuatan sertifikat tidak hanya dipusatkan di Jakarta saja tetapi juga harus ada di beberapa provinsi. Untuk menyikapi usulan Gapmmi ini, Kemenag akan melakukan pengecekan terlebih dahulu daerah mana saja yang memiliki permintaan tinggi untuk melakukan sertifikat halal.

Menurutnya, pada saat melakukan sosialisasi,  sebagian besar pelaku usaha sudah mengetahui tentang keberadaan UU JPH. Hanya saja, para pelaku usaha masih memerlukan kejelasan untuk beberapa hal. Seperti mengenai pembuatan sertifikat halal dan kejelasan tanda pada produk yang halal dan non halal. Sehingg masyarakat mudah membedakan mana produk yang halal dan tidak.

Ia menambahkan, sosialisasi ini akan terus dilakukan dalam rangka penyusunan RPP. Ia menargetkan  RPP akan terbentuk maksimal dalam waktu dua tahun sejak undang-undang disahkan. Hal ini dikarenakan Badan Penyelenggra Jaminan Produk Halal (BPJPH)  harus terbentuk dalam waktu lima tahun.

Ia berharap, masyarakat dapat menggunakan kesempatan sosialisasi yang diadakan Kemenag ini untuk menyampaikan masukan dalam draft RPP.  Sehingga apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dapat terakomodir dalam RPP tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement