Rabu 04 Feb 2015 09:28 WIB

Pesan Damai Hari Hijab Sedunia dari 140 Negara

Rep: c14/c83/c82/ Red: Damanhuri Zuhri
Gaya hijab cantik
Foto: styles-guide.com
Gaya hijab cantik

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sekitar sejuta perempuan di London, Inggris, Ahad (1/2), mengenakan hijab sebagai bentuk kampanye komunikasi kemajemukan budaya.

Baik Muslimah maupun bukan, mereka semua bersama-sama menampilkan hijab sebagai bentuk solidaritas akan pilihan menutup aurat secara Islami bagi perempuan.

“Saya yakin, ini merupakan hari yang penting dalam memahami dan mengalami budaya dan kepercayaan yang berbeda,” ujar salah satu warga London Elizabeth Croucher, seperti dilansir On Islam, Senin (2/2).

Croucher mengaku, pertama kali mengenal Hari Hijab Sedunia ketika masih menetap di Amerika Serikat (AS) pada 2014.

Dan, sejak saat itu, Croucher merasa senang ikut merayakan Hari Hijab Sedunia, termasuk pada tahun ini. Adapun, setiap pada 1 Februari diperingati sebagai Hari Hijab Sedunia tidak kurang dari 116 negara.

Penggagas perayaan tahunan tersebut ialah seorang warga New York, Amerika Serikat, bernama Nazma Khan. Menurut Nazma, kampanye hijab bisa menjadi jalan untuk meningkatkan perdamaian agama.

Untuk tahun ini, kata Nazma, pihaknya menggerakkan lebih dari 10 juta perempuan di seluruh dunia untuk merayakan Hari Hijab. Nazma juga mengajak perempuan non-Muslim untuk turut merasakan mengenakan hijab.

Itu dilakukan agar siapa pun memahami, menutup aurat secara Islami merupakan pilihan tanpa tekanan dari tiap Muslimah. Sehingga, stereotip Muslimah merasa tertekan mengenakan hijab, bisa ditepis dengan jalan komunikasi budaya.

Antusiasme pelaksanaan Hari Hijab Sedunia yang jatuh pada 1 Februari begitu luar biasa. Setiap negara memiliki pesan khusus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi isu soal hijab di negara masing-masing.

Seperti dilansir Onislam.net, Senin (2/2), di Prancis, Hari Hijab Sedunia merupakan momentum untuk menenangkan situasi setelah tragedi penembakan majalah Charlie Hebdo.

Seperti diketahui, publik Prancis dikejutkan serangan militan terhadap majalah satir tersebut. Meski kerap menghina Rasulullah melalui kartun yang dipublikasikannya, Muslim Prancis melihat serangan itu tidak mencerminkan semangat ajaran Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement