Senin 12 May 2014 21:32 WIB

Menolak Pemimpin Penyuka Klenik (3-habis)

Klenik (ilustras).
Foto: Ibudewirembulan.blogspot.com
Klenik (ilustras).

Oleh: Mohammad Akbar

Syirik dalam politik

Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Ubedilah Badrun mengatakan, fenomena elite politik memercayai klenik sebenarnya sudah terjadi sejak masa kerajaan, kolonial, kemerdekaan, Orde Baru, hingga kini.

Ia menilai, terjadinya fenomena semacam itu tak lepas dari lambatnya modernisasi di Indonesia. Lambatnya modernisasi pada masa kolonial Belanda terjadi karena Belanda memiliki kepentingan untuk menghambat laju rasionalitas berpikir kaum pribumi.

“Dengan lambatnya rasionalitas pribumi ini, Belanda memperoleh keuntungan ekonomis mengeruk kekayaan Indonesia,” kata Ubedilah.

Dengan fakta sosial masa lalu tersebut, mantan presidium Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ) ini mengatakan, klenikisme elite politik Indonesia berbanding lurus dengan rendahnya rasionalitas publik dan berkembangnya klenik sejak masa lalu.

Tentang SBY yang diungkap The Washington Post sebagai pemimpin yang percaya klenik, Ubedilah mengatakan, ada kemiripan dengan yang pernah dilakukan oleh Soeharto.

SBY itu warisan masa lalu politik Soeharto yang terlahir dari ‘rahim politik militer’ yang sama, yakni Angkatan Darat. “Dengan logika itu, saya mencermati ada kemungkinan besar SBY juga menggunakan klenik tertentu dalam menjalankan pemerintahannya,” ujar Ubedilah.

Lalu, mengenai calon legislatif dan politikus yang masih menggunakan klenik dan perdukunan, Ubedilah mengatakan, hal itu menunjukkan mereka telah kehilangan rasionalitasnya dalam politik.

“Ini sungguh memprihatinkan. Demi kekuasaan mereka menghalalkan segala cara, termasuk klenik perdukunan. Sebagai Muslim, saya melihat ini fenomena syirik dalam politik,” kata mantan ketua umum HMI MPO Badan Koordinasi (Badko) Jawa ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement