Kamis 13 Dec 2012 20:30 WIB

Reposisi Pesantren Butuh Undang-Undang

Rep: Agus Raharjo/ Red: Chairul Akhmad
Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.
Foto: Dok Republika
Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kondisi pesantren di Indonesia dinilai semakin terancam dengan serangan stigmatisasi, marjinalisasi, dan kriminalisasi.

Hal itu membuat pesantren, menjadi semakin terpinggirkan dibanding sistem pendidikan lain.

Padahal, pesantren memiliki sejarah sangat panjang terkait pendidikan di Indonesia. Bahkan, sebelum adanya sistem pendidikan sekolah, pesantren memerankan diri menjadi lembaga pendidikan sekaligus institusi sosial.

Selain itu, pesantren merupakan sistem pendidikan khas yang dimiliki masyarakat Indonesia. Sebab, di negara Islam sekalipun, tidak mengenal sistem pendidikan pesantren.

 

Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 27 ribu pesantren. Jumlah itu yang sudah tercatat di Kementerian Agama. Pesantren yang belum tercatat masih sangat banyak.

Di tengah nasib yang semakin memburuk bagi pesantren ini, menurut Sekretaris Jenderal Aspirasi Indonesia, Marbawi A Katon, harus ada undang-undang yang melindungi eksistensi pesantren.

Kebutuhan UU ini bagi pesantren sangat penting. Pasalnya, pesantren sangat butuh payung perlindungan yang jelas dari pemerintah. Namun, kebutuhan UU ini bukan menjadi kebutuhan asasi. Hanya sebagai proteksi bagi pesantren dari sistem pemerintahan yang selalu berubah.

"Intinya untuk menjamin kemandirian dan kemerdekaan serta ketenangan pesantren dari perubahan sistem pemerintahan," kata Marbawi di Jakarta, Kamis (13/12).

Namun, kebutuhan UU itu tergantung dari seluruh pesantren di Indonesia. Fakta yang terjadi saat ini, banyak upaya untuk semakin meminggirkan posisi pesantren ditengah sistem pendidikan nasional.

Kasus pencabutan status 'muadalah' (persamaan) pesantren dengan sistem pendidikan oleh pemerintah hanya menjadi satu contoh ketidakpastian nasib pesantren. Meskipun, kebijakan pencabutan tersebut sudah dianulir.

Kasus yang sangat menggelitik terkait kehidupan pesantren adalah usulan soal sertifikasi ulama. Meskipun, lagi-lagi, usulan itu mendapat tentangan dari berbagai pihak. Namun, faktanya, tambah Marbawi, hal itu merupakan upaya untuk membuat stigma negatif bagi pesantren dan meminggirkan pesantren dari dunia pendidikan nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement