Rabu 20 Feb 2019 21:14 WIB

Partai-partai Islam Diharapkan Punya 'Ukhuwah'

Kini ada kecenderungan partai-partai Islam jalan sendiri-sendiri

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Rapat Pleno MUI: Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin memimpin Rapat Pelno ke-36 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (20/2).
Foto: Republika/Prayogi
Rapat Pleno MUI: Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin memimpin Rapat Pelno ke-36 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai-partai politik Islam diharapkan menyadari kekuatan kebersamaan (ukhuwah), khususnya ketika menghadapi "tahun politik" 2019. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Prof Din Samsyuddin.

Menurut dia, partai-partai demikian harus bersatu padu. Sebab, ada agenda keumatan yang semestinya dituju bersama-sama. Mereka juga hendaknya memiliki semangat ukhuwah sebagai pengikat satu sama lain. Demikian kondisi idealnya.

Baca Juga

Hanya saja, Din meneruskan, sistem politik yang berlaku di Indonesia saat ini adalah liberal. Dengan begitu, panggung politik memunculkan sistem multipartai. Bagi mantan Ketua Umum MUI itu, kondisi itu kurang menguntungkan bagi terwujudnya kekuatan politik Islam di Indonesia.

"Seyogianya, kekuatan politik Islam menjadi kekuatan bangsa, untuk memperjuangkan nilai-nilai etika Islam bagi kehidupan kebangsaan. Jadi jangan dihalangi, dinafikan, apalagi ditiadakan," kata Din Syamsuddin kepada Republika.co.id di kantor MUI, Jakarta, Rabu (20/2).

Dia menerangkan, dapat dipahami bila partai-partai politik yang mengusung narasi Islam bervisi persatuan umat.

Namun, pada faktanya partai-partai demikian cenderung jalan sendiri-sendiri. Seharusnya, kata Din, mereka berkoalisi secara strategis, terutama dalam konteks wawasan keislaman tentang pembangunan ekonomi dan kebudayaan di Tanah Air.

Apalagi, dalam suasana menjelang Pilpres 2019. Boleh jadi, mereka terlalu berfokus pada menjadikan kandidat presiden masing-masing sebagai pemenang, sehingga menampakkan pragmatisme. Wantim MUI tersebut mengaku sangat menyayangkan kondisi itu.

Sementara, nuansa politik yang saling mencerca sudah mulai terasa. Para pendukung masing-masing kandidat cenderung melupakan akhlak yang baik, sehingga saling merundung satu sama lain.

"Yang kelompok ini, memanggil (kelompok) sana dengan nama binatang. Kelompok sana memanggil yang sini dengan nama binatang. Itu tidak menghargai manusia sebagai ciptaan Tuhan yang harus dimuliakan. Kok sudah sampai begitu kita ya?" ujar ketua umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 itu.

Pada akhirnya, dia berharap "tahun politik" kali ini tidak membuat seluruh elemen bangsa untuk meninggalkan adab. Dia menyerukan agar bangsa Indonesia dalam menghadapi agenda demokrasi pemilihan legislatif dan pemilihan presiden (Pilpres) secara beradab. Hal itu lebih khusus lagi bagi umat Islam.

"Maka (bangsa Indonesia) jangan meluncur ke arah kebiadaban, biarlah kita berbeda pilihan untuk anggota legislatif, partai dan pilpres tapi jangan ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah porak poranda," tutur dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement