Rabu 06 Feb 2019 10:05 WIB

Haedar: Jaga Nama Baik Muhammadiyah

Muhammadiyah menegaskan diri sebagai ormas dakwah bukan partai politik.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir memberikan sambutan pada acara pelantikan pengurus PP Pemuda Muhammadiyah periode 2018-2022 di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakatra, Jumat (28/12) malam.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir memberikan sambutan pada acara pelantikan pengurus PP Pemuda Muhammadiyah periode 2018-2022 di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakatra, Jumat (28/12) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir berpesan agar seluruh anggota, kader, dan elite Muhammadiyah harus komitmen tetap istiqamah menjaga marwah Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah kemasyarakatan yang non-politik praktis. 

Pesan ini disampaikan seiring memanasnya suhu perpolitikan jelang Kontestasi Pemilu 2019.  

“Jaga nama baik Muhammadiyah, jangan mengatasnamakan organisasi Muhammadiyah dalam percaturan politik dan dukung-mendukung politik praktis,” kata dia kepada Republika.co.id, di Jakarta, Rabu (6/2). 

Ia juga mengingatkan agar bersikaplah elegan, cerdas, bijak, dan bertanggungjawab dalam menghadapi kontestasi politik lima tahunan yang sering terpolarisasi dan bertensi politik tinggi. 

"Politik memang penting tetapi pedomani kepribadian dan khitah secara seksama, serta jangan membawa-bawa institusi dan nama Muhammadiyah," kata Haedar.

Ia mengatakan, organisasi dan kelompok-kelompok sosial yang memiliki relasi dengan masyarakat, terlebih yang memiliki akar dan jaringan yang luas seperti Muhammadiyah, tentu akan menjadi lahan meraih dukungan politik yang subur. Politik memang saling mencari dukungan untuk meraih kemenangan.  

"Hal yang membedakannya mana dan siapa yang bermain politik secara sportif dan elegan sesuai aturan, etika dan koridor yang disediakan oleh demokrasi dan sistem politik yang berlaku serta mana yang menyalahinya," ujarnya. 

Ia menerangkan, di situlah pentingnya etika dan mekanisme pertandingan atau kompetisi politik yang perlu menjadi sikap dan budaya politik yang dewasa, berkeadaban dan kesatria. 

Menurut Haedar, bagi Muhammadiyah kompetisi politik itu juga tidak terhindarkan karena gerakan Islam ini menjadi bagian dari komponen bangsa sekaligus hidup menyatu dengan bangsa. 

Hal yang perlu dijadikan pedoman seluruh anggota persyarikatan termasuk kader dan pimpinannya, bagaimana memposisikan dan berpartisipasi dalam  proses politik secara cerdas serta bijak. Sehingga sejalan dengan posisi Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan yang dibingkai kepribadian dan khittah.

Haedar menegaskan Muhammadiyah bukan partai politik. Muhammadiyah adalah organisasi dakwah kemasyarakatan yang menjalankan peran membina, meneguhkan, mencerdaskan, dan memajukan umat. 

Serta memajukan bangsa sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang membawa rahmatan lil-‘alamin. 

Lebih khusus Muhammadiyah memiliki khitah dan kepribadian yang bergerak di lapangan dakwah secara luas dan melintasi golongan, serta menggariskan tidak berpolitik praktis. “Muhammadiyah jangan diseret pada pertarungan politik praktis," ujarnya.

Ia menyampaikan, Muhammadiyah memang harus berperan dalam dinamika kehidupan kebangsaan. 

Tetapi jangan mengambil alih fungsi partai politik dan tim pemenangan politik. Komunikasi, lobi dan fungsi-fungsi politik kebangsaan dapat terus dijalankan Muhammadiyah tetapi jangan terlibat dalam kontestasi politik.

"Muhammadiyah bahkan dapat menjadi penjaga moral, perekat persatuan, peredam konflik dan ikut mengawal kontestasi politik agar tetap konstitusional, demokrastis, beradab, dan menjaga keutuhan bangsa," jelasnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement