Jumat 18 Jan 2019 21:13 WIB

UMKM di Jawa Tengah Diimbau Sertifikasi Halal, ini Alasannya

Biaya sertifikasi halal UMKM bervariasi mulai dari Rp 600 ribu.

 Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO— Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Jawa Tengah mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki sertifikat halal. 

"Dengan sertifikat halal tersebut masyarakat tidak perlu khawatir lagi produk itu halal atau haram. Selama sudah ada sertifikasi halal berarti produk tersebut sudah halal," kata Sahabat Halal LPOM MUI Jateng, Jajang Muhariansyah, di sela Festival Solo Halal Food di Mal Solo Paragon, Jumat (18/1).

Ia mengatakan untuk bisa memperoleh sertifikat halal tersebut, pelaku usaha harus mengikuti persiapan dan pelatihan sistem.

"Sebelum diterbitkan sertifikasi halal akan ada pelatihan terkait jaminan halal. Setelah itu pendaftaran, pada proses ini ada beberapa dokumen yang harus dilengkapi," katanya.

Ia mengatakan untuk mengurus sertifikat halal ini biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha tidak sama, khusus untuk sektor UMKM biaya yang dikeluarkan mulai dari Rp 600 ribu-2,5 juta. 

"Untuk sertifikat yang dikeluarkan juga perkelompok. Kalau misalnya makanan tersebut mengandung daging dan telur maka sertifikat halal yang keluar juga dua," katanya.

Ia mengatakan sertifikat halal tersebut keluar setiap dua tahun sekali. Oleh karena itu, setiap dua tahun pelaku usaha harus melakukan perpanjangan sertifikat. 

Meski prosesnya lebih cepat dibandingkan membuat baru, kata dia, proses audit tetap dilakukan, selanjutnya hasil dari audit tersebut dikeluarkan MUI. Pada proses tersebut setiap bahan atau unsur yang ada di produk diteliti satu per satu. 

"Di situ ada titik kritisnya apa. Misalnya air kan jelas kehalalannya, tetapi kalau itu sejenis air mineral kemasan, pasti kan ada saatnya penjernihan. Saat proses itu butuh karbon aktif, itu jadi titik kritis. Apakah menggunakan karbon aktif yang halal atau yang tidak halal," katanya.

Ia mengatakan, untuk waktu yang diperlukan pada proses sertifikasi halal tersebut bervariasi, bahkan bisa sampai enam bulan. 

"Biasanya yang agak lama ini rumah makan, karena menunya yang harus diaudit cukup banyak," katanya.

Mengenai jumlah pelaku usaha yang mengajukan sertifikat halal setiap tahunnya, dikatakannya, tergantung juga dari jumlah peserta pelatihan.

"Pelatihan kami selenggarakan setiap bulan, dalam setiap pelatihan jumlah peserta sekitar 30-40 pelaku usaha. Biasanya mereka langsung mengajukan sertifikat halal tersebut," katanya.

Pengusaha lokal asal Kota Solo sekaligus penginisiasi Festival Solo Halal Food Vitri, Sundari, berharap inspirasi halal bisa menyebar kepada pelaku usaha yang lain. "Ini sangat disarankan. Kita bisa dapat banyak info dari situ karena halal versi kita belum tentu sama dengan sisi MUI," katanya. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement