Jumat 18 Jan 2019 16:17 WIB

Religiusitas Dinilai Sebagai Modal Utama Bangun Bangsa

Nilai-nilai pluralitas atau kebhinekaan harus direvitalisasi agar menjadi pola sikap

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Dua anggota Pecalang atau satuan pengamanan adat Bali mengatur lalu lintas saat pelaksanaan salat Iduladha di Lapangan Lumintang Denpasar, Jumat (1/9). Pecalang turut dilibatkan bersama TNI dan Polri dalam pengamanan ibadah di Bali untuk memperkuat kerukunan dan toleransi antar umat beragama.
Foto: Antara
Dua anggota Pecalang atau satuan pengamanan adat Bali mengatur lalu lintas saat pelaksanaan salat Iduladha di Lapangan Lumintang Denpasar, Jumat (1/9). Pecalang turut dilibatkan bersama TNI dan Polri dalam pengamanan ibadah di Bali untuk memperkuat kerukunan dan toleransi antar umat beragama.

REPUBLIKA.CO.ID, BONE – Rektor Institut Agama Islam negeri (IAIN) Bone Sulawesi Selatan, Andi Nuzul, mengatakan Indonesia adalah negara kebangsaan yang religius. Dengan demikian religiusitas menjadi nilai utama untuk membangun bangsa dan negara.

"Kemajemukan adalah sunnatullah sebagai anugerah Tuhan yang diberikan kepada kita, karenanya persatuan dan kesatuan yang kita bangun jangan sampai menafikan kemajemukan," kata Andi dalam Seminar Nasional Kebangsaan bertema Revitalisasi Nilai-Nilai Kebhinekaan dalam Kehidupan Berbangsa yang digelar Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Bone, Kamis (17/1).

Melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (18/1), Andi menerangkan, kemajemukan yang dimiliki Bangsa Indonesia sangat beragam, mulai dari kemajemukan agama, sosial, budaya dan adat istiadat. Nilai Pancasila sejatinya adalah nilai Kebhinekaan, maka harus diramu dalam kebersamaan.

Kepala Seksi Kemahasiswaan Direktorat PTKI Ditjen Pendidikan Islam dari Kementerian Agama, Ruchman Basori meminta mahasiswa untuk belajar mengembangkan nilai-nilai keberagaman atau pluralitas. 

Ia mensinyalir saat ini ada gejala penyeragaman dan pemaksaan paham sesuai dengan tafsir kebenaran diri atau kelompoknya (truth claim), sambil menafikan kelompok lain. 

Ruchman mengaku prihatin terhadap lunturnya nilai-nilai kebhinekaan yang menjadi penyangga kebangsaan. Radikalisme dan intoleransi menjadi masalah serius saat ini. Pada saat yang sama hoax dan ujaran kebencian menjadi budaya. Semua itu terjadi akibat semangat kebersamaan sebagai bangsa mulai menurun.

"Nilai-nilai pluralitas atau kebhinekaan harus direvitalisasi agar menjadi pola sikap dan prilaku, utamanya mahasiswa sebagai calon pemimpn bangsa," ujarnya.

Ruchman menegaskan, perang melawan radikalisme harus diawali dengan pemahaman yang cukup melalui perbagai kajian.

Kemudian dilanjutkan dengan proses ideologisasi serta memperkuatnya dengan aksi nyata. “Pemahaman akan pluralitas menjadi penting untuk mendasari aksi melawan radikalisme dan intoleransi,” kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement