Jumat 18 Jan 2019 15:32 WIB

Muhrim Bagi Muslimah

Lalu, siapakah yang menjadi muhrim perempuan?

Ilustrasi Muslimah
Foto:

Menurut dia, maksudnya di sini adalah ayah, atau ayah dari ayah dan seterusnya. Termasuk kakek atau ayah kakek. Selain itu adalah ayah dari suami termasuk kakek-kakeknya. Dalam hal aurat, ia menganjurkan agar perempuan tetap menjaga kesopanan agar tak menimbulkan hal yang tak diinginkan.

Anak sendiri juga merupakan muhrim perempuan, juga di dalamnya adalah cucu baik yang lahir dari anak laki-laki maupun perempuan. Anak suami, yang artinya anak laki-laki suami yang lahir dari istri yang lain merupakan muhrim pula. Yang lainnya adalah saudara laki-laki baik saudara kandung seyah dan seibu, saudara seayah atau seibu.

Status muhrim disematkan pada anak dari saudara laki-laki maupun perempuan. Pun anak-anak yang belum mengerti mengenai aurat perempuan. “Tegasnya anak yang belum meningkat remaja,” jelas al-Jamal. Saudara laki-laki sesusuan masuk dalam kelompok muhrim.

Sebab, saudara laki-laki ini tak boleh menikah dengan saudara perempuannya yang sesusuan. Al-Jamal mengatakan, paman baik dari pihak ayah maupun ibu adalah muhrim perempuan. Secara syariat, mereka tak boleh menikahi kemenakannya. Maka, kata dia, tak ada salahnya menampakkan perhiasan di hadapan mereka.

Panduan juga ditetapkan Islam ketika perempuan berinteraksi dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Menurut Haya, baik perempuan maupun laki-laki mesti mampu menahan pandangan. Tak boleh melihat aurat, tak memandang dengan dibarengi syahwat, dan tak berlama-lama memandang tanpa ada perlunya.

Dalam sepenggal surah an-Nur ayat 31, dinyatakan, bagi perempuan beriman hendaklah mereka menundukkan pandangan dan memelihara kehormatannya. Jangan mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang bisa tampak. Hendaklah pula para perempuan menutupkan kerudungnya ke dadanya.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement