Jumat 11 Jan 2019 12:43 WIB

Kiat Jogokariyan Jadikan Masjid Pusat Peradaban

Kajian subuh yang dirintis sejak 1990 an salah satu daya tarik di Masjid Jogokariyan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andi Nur Aminah
Masjid Jogokariyan di Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Masjid Jogokariyan di Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kesuksesan Masjid Jogokariyan menghidupkan diri memang sudah tersohor. Ternyata, kesuksesan itu tidak lain berasal dari sumber daya manusia pengurusnya yang bekerja luas biasa membangun budaya baru masyarakat.

Salah satu tokoh ulamanya, Ustaz Salim A Fillah, menceritakan sedikit ramuan yang ada di dapur Masjid Jogokariyan. Salah satunya, lewat kajian subuh yang memang telah dimulai sejak 1990an.

Ia bersyukur, jamaah yang hadir setiap kajian subuh kala itu stabil dan kini cenderung meningkat. Menjadikannya sebagai kegiatan rutin, bukan insidentil, ternyata membangun satu budaya baru.

Menghadirkan kajian setiap hari, membuatnya menjadi rangkaian kegiatan rutin jamaah selepas Shalat Subuh. Secara tidak langsung, menjadi daya tarik pula bagi masyarakat menunaikan Shalat Subuh berjamaah di masjid.

photo
Ustaz Erick Yusuf saat mengisi tausiyah subuh di Masjid Jogokariyan Yogyakarta, Kamis (10/1).

Efeknya, menular kepada waktu-waktu shalat berjamaah lain. Masjid Jogokariyan dipenuhi jamaah yang kerap membudak ke bagian luar. Bahkan, kerap membuat shalat berjamaah jadi harus dilakukan beberapa kali.

"Sama, kita semua shalat lima waktu penuh, seluruh serambi, seluruh bagian lantai, penuh alhamdulillah," kata Salim kepada Republika.co.id, Kamis (10/1).

Ia bersyukur, jamaah sudah memiliki kesadaran hadir ke masjid untuk menunaikan kewajiban lima waktu. Tapi, tentu, kesadaran itu semua tidak lepas dari para pengurus masjid yang tidak bosan mengajak dan mengingatkan.

Selain ramainya jamaah, Masjid Jogokariyah juga memiliki kesuksesan yang unik karena berhasil menarik minat generasi muda ke masjid. Tidak sekadar shalat, mereka sukses membuat generasi muda berkegiatan di masjid.

Jamaah berusia muda menjadi pemandangan lumrah tidak sekadar sebagai peserta kajian-kajian, tapi sampai menjadi pengurus aktif masjid itu sendiri. Justru, dari kepercayaan yang diberikan itulah timbul kreativitas.

Menurut Salim, masjid banyak menghadirkan kegiatan-kegiatan yang sangat bisa diikuti generasi muda. Sanggar atau aula misalnya, sukses menarik anak-anak muda jika membutuhkan tempat mengerjakan tugas sekolah atau kuliah.

photo
Masjid Jogokariyan di Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

Koneksi wifi, lanjut Salim, malah sudah disediakan sejak 2007, jauh sebelum wifi itu sendiri jadi istilah yang populer di telinga masyarakat. Tujuannya, tidak lain agar bisa dimanfaatkan untuk hal-hal positif.

"Masjid Jogokariyan juga menyediakan kegiatan-kegiatan hobi dan keolahragaan, kita punya panahan, kita punya futsal, kita punya berbagai kegiatan olah raga yang bisa dimanfaatkan adik-adik," ujar Salim.

Semua ramuan itu kerap dibagikan kepada pengurus-pengurus masjid lain yang datang. Bisa dilihat, setiap hari Sekretarian Masjid Jogokariyan, tidak pernah sepi kunjungan.

Menariknya, para pengurus Masjid Jogokariyan menjadi terbiasa pula menerima kunjungan-kunjungan. Artinya, kesuksesan yang selama ini mereka raih tidak membuat mereka jumawa, tapi tetap rendah hati untuk senantiasa berbagi.

Suasana itu yang banyak mengundang kekaguman pengunjung-pengunjung yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air. Sebab, semua aktivitas yang ada di Masjid Jogokariyan tampak sudah menjadi budaya.

Ustaz Erick Yusuf, misalnya, yang didaulat mengisi salah satu pembawa materi kajian subuh, turut mengungkapkan kekagumannya. Menurut Erick, kesuksesan Masjid Jogokariyan seharusnya bisa dicontoh masjid-masjid lain.

Ia menilai, ghirah umat untuk berjamaah yang ada di Masjid Jogokariyan harus bisa menular sampai ke luar. Terlebih, Erick merasa, selama ini masalah umat tidak lain tercerai berai.

"Perlu kesadaran, dan kesadaran itu tentu harus berawal dari diri kita sendiri, kesadaran kalau kita satu tubuh, jadi satu saja sakit semua bisa merasakan," kata Erick.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement