Senin 31 Dec 2018 21:07 WIB

Muhammadiyah Apresiasi Dzikir Nasional Republika

Introspeksi secara kolektif memiliki arti penting dalam menutup tahun 2018.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir
Foto: dok. UMY
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai media umat, Harian Republika kembali menggelar Dzikir Nasional untuk menutup tahun 2018. Acara tersebut kali ini diselenggarakan sebagai rangkaian Festival Republik yang dihelat pada 29-31 Desember 2018.

Apresiasi datang dari sejumlah figur nasional, baik yang mengisi acara tersebut maupun yang berhalangan hadir. Di antaranya adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

Dzikir Nasional digelar sebagai ajang muhasabah dan doa bersama serta pengajian akbar. Menurut Haedar, introspeksi secara kolektif memiliki arti penting dalam menutup tahun 2018 dan menyambut 2019. Apalagi, selama 12 bulan belakangan begitu beragam peristiwa yang terjadi pada bangsa Indonesia dan khususnya kaum Muslimin.

"Jadikan 2018 itu sebagai pelajaran agar kita tidak mengulangi hal-hal yang buruk, baik terhadap alam maupun sesama manusia," kata Haedar Nashir saat dihubungi, Senin (31/12).

Dia menggambarkan, pada tahun 2018 beberapa bencana alam menerpa negeri ini. Misalnya, gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Bahkan, di antaranya juga disertai tsunami, termasuk yang terkini yaitu di pesisir Selat Sunda pada Sabtu (22/12) lalu.

Dia meminta seluruh elemen bangsa untuk dapat memetik hikmah dari pelbagai musibah alam yang telah terjadi. "Khususnya umat Islam, kita di satu pihak hendaknya selalu tawakal, sabar, meningkatkan kualitas iman kepada Allah, seraya terus introspeksi dan ikhtiar agar musibah-musibah dapat ditangani secara baik," paparnya.

Tidak lupa pula, 2019 yang sering disebut-sebut sebagai 'tahun politik'. Ajang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada April mendatang, bagi Haedar, hendaknya dimaknai sebagai kontestasi yang menggembirakan. Jangan sampai kepentingan-kepentingan sesaat justru memecah-belah persatuan bangsa, apalagi berlarut-larut.

"Peristiwa-peristiwa politik itu hasil interaksi antarmanusia yang di dalamnya kadang ada pertarungan, prokontra, ambisi, dan lain-lain. Maka setiap kelompok, golongan, elite dan warga hendaknya bermuhasabah," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement