Selasa 18 Dec 2018 20:20 WIB

Tanggapi Isu Uighur, PBNU: Indonesia Harus Jeli Menyikapinya

Jika dugaan penindasan sebab SARA dan diskriminasi sikap Cina patut dikecam.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Muslim Uighur
Foto: ABC News
Muslim Uighur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyarankan kepada semua pihak untuk melihat dulu persoalan sebenarnya yang menimpa komunitas Muslim di wilayah Uighur, Cina. 

"Lihat dulu persoalannya. Pertama harus lihat dulu persoalannya apakah itu persoalan rasialis yang berdimensi melanggar HAM atau persoalan politik dalam negeri," ujar Ketua PBNU Bidang Hukum PBNU Robikin Emhas saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (18/12). 

Dia mengatakan, jika pemerintah Cina benar-benar melakukan tindakan diskriminasi terhadap Muslim Uighur, PBNU menyesalkan tindakan tersebut. 

Namun, lanjut dia, jika hal itu merupakan urusan politik dalam negeri, Indonesia harus menghormati kedaulatan negara lain seperti kemungkinan ‘ada kehendak’ untuk merdeka atau kehendak melepaskan diri dan sebagainya, itu jadi urusan dalam negeri. 

“Kita menghormati kedaulatan negara lain. Jadi harus dilihat dulu persoalannya," imbuhnya.

Menurut dia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga harus melihat langsung dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Muslim Uighur yang ditahan tersebut. Karena, menurut dia, di era media sosial ini sangat rawan beredarnya informasi hoaks.  

"PBB juga harus melihat langsung dugaan pelanggaraan HAM. Lagi pula di era media sosial seperti ini jangan sampai kita termakan hoaks. Pastikan dulu informasinya," ucap Robikin.

Robikin kembali menegaskan bahwa PBNU sangat menyesalkan jika Pemerintah Cina benar melakukan penindasan terhadap muslim Eighur sebagai bentuk solidaritas sesama umat Islam. Namun, kata dia, harus dilihat dulu tentang keadaan sebenarnya.  

"Kalau itu merupakan tindakan diskrisminatif atau SARA kita sangat menyesalkan itu terjadi dan kita berharap pemerintah kita tidak membiarkan itu,” kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement