Senin 12 Nov 2018 18:30 WIB

Ini Saran Muhammadiyah Agar Kartu Nikah tak Kontroversial

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah memang bisa ada pro kontra.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas menyarankan kepada Kementerian Agama (Kemenag) agar membicarakan dengan Komisi VIII DPR RI dan elemen ormas Islam terkait dengan kebijakan penerbitan kartu nikah. Hal ini agar tidak muncul hal yang kontroversial di tengah masyarakat.

"Jadi hal-hal yang akan kita lakukan itu sebaiknya memang harus dimusyawarahkan, supaya semua pihak mengerti, semua pihak mendukung, sehingga tidak ada kontroversi, sehingga tidak ada kegaduhan," ujar Buya Anwar saat dihubungi Republika.co.id, Senin (12/11).

Dia mengatakan, dalam sila keempat Pancasila juga telah dijelaskan bahwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Karena itu, dia menyarankan agar Kemenag mengajak elemen masyarakat untuk bermusyawarah. "Kalau misalnya ada suatu terobosan yang akan diakukan oleh kementerian, ya ajaklah elemen-elemen masyarakat untuk mendiskusikannya sebelum dikeluarkan, supaya tidak ada pro kontra yang tajam," ucapnya.

Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah memang pasti ada pro kontra. Namun, menurut dia, paling tidak pro kontra itu bisa diminimalisir dengan berdialog. Apalagi, kata dia, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mengedepankan musyawarah.

 

"Jadi kalau bagi saya cenderungnya menyarankan supaya Menteri Agama mendialogkannya dengan ormas Islam, dan wakil-wakilnya supaya bisa mengkaji yang terbaik," kata Buya Anwar.

Terlepas dari itu, Buya Anwar melihat bahwa penerbitan kartu nikah tersebut merupakan gagasan yang bagus karena bisa membuat Hotel Syariah di Indonesia lebih mudah untuk mengetahui status pernikahan pelanggannya, sehingga tidak terjadi hal-hal yang dilarang agama. "Bagi saya bagus juga itu. Jadi kalau orang yang menginap di hotel, minta kartu nikahnya, supaya jangan ada orang tidur di hotel dalam satu kamar tapi tidak terikat dalam pernikahan. Bagus juga itu, berarti sebuah kemajuan dan terobosan itu," jelas Sekjen MUI ini.

Namun, menurut dia, Kemenag tidak perlu menghapus buku nikah yang sudah ada selama ini. Karena hal itu juga penting juga ketika kartu nikah itu tiba-tiba hilang. Dia pun mengibaratkan seperti halnya buku rekening dan ATM. "Mungkin harus tetap ada buku nikah itu, karena merasa penting juga ada buku nikahnya," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement